Vaksin Merah Putih Diuji Suntik Praklinis Pada Monyet, 40 Ekor Makaka Jadi Kelinci Percobaan
Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengatakan, uji preklinis ini akan menggunakan 40 ekor primata jenis Makaka.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Vaksin Merah Putih telah memasuki uji pada hewan besar sebelum disuntikkan kepada relawan.
Koordinator Produk Riset Covid-19 Universitas Airlangga, Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengatakan, uji preklinis ini akan menggunakan 40 ekor hewan primata jenis Makaka.
"Rencananya kami menyiapkan 40 monyet dan pasti ada cadangan-cadangan jika terjadi sesuatu," ujarnya dalam wawancara eksklusif Tim Vaksin Merah Putih bersama Tribun Network, Kamis (5/8/2021).
Profesor Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengatakan, pihaknya sempat mengalami kendala dalam menyiapkan hewan besar, sehingga jadwal uji preklinis harus mundur dua minggu.
"Awalnya pesan di Bogor dan ternyata di hari H, saat diperlukan, Makaka yang kita pesan belum siap, karena harus skrining dan sebagainya."
"Kita harus mencari alternatif lain dan akhirnya kita menghubungi BKSDA Jatim," ujar Puspaningsih.
Baca juga: Gagal Vaksin Karena NIK e-KTP Ganda, Pensiunan Polisi di Bogor Lapor Kemendagri
Ia mengatakan, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi hewan yang digunakan dalam uji preklinis vaksin Merah Putih.
Baca juga: Pengunjung Pasar, Mal, Hingga Warteg di Jakarta Wajib Sudah Vaksin, Ini Aturan Terbaru PPKM di DKI
Makaka diskrining ketat, katanya, untuk memastikan sehat dan tidak memiliki penyakit penyerta.
"Alhamdulillah semua bisa dilakukan di Unair, setelah monyet BKSDA lolos skrining lalu dikirim ke rumah sakit hewan dan pendidikan Unair untuk diteliti," jelasnya.
Sebelumnya Puspaningsih mengatakan, uji preklinis terhadap mencit ( genetic modified mice) telah menghasilkan kekebalan yang baik.
Saat ini memasuki uji pada primate, sebelum melakukan uji klinis terhadap manusia.
Untuk mempercepat pengembangan Vaksin Merah Putih, dilakukan kolaborasi lembaga riset di antaranya lembaga pemerintah non kementerian, dan perguruan tinggi, seperti LBM Eijkman, LIPI, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga dan Universitas Gajah Mada.
Masing-masing vaksin dikembangkan dari platform berbeda, seperti protein rekombinen, viral vector termasuk inactivated virus, dan genetik menggunakan DNA atau MRNA.
Dia menyebutkan, pengembangan vaksin dilakukan sesuai prosedur dan cara kerja sesuai standar, atau mengacu good manufacturing practice sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kepala Badan POM RI Tahun 20212 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik.