Epidemiolog Beberkan 3 Dampak Serius jika Angka Kematian Covid-19 Disembunyikan
Epidemiolog Dicky Budiman membeberkan tiga dampak serius jika angka kematian Covid-19 disembunyikan oleh pemerintah.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Sri Juliati
Di sisi lain, Dicky juga menyinggung alasan dihapuskannya angka kematian Covid-19, yakni adanya temuan input data akumulasi selama beberapa minggu ke belakang.
Padahal, menurut Dicky, penumpukkan laporan data adalah hal yang sangat wajar terjadi di tengah pandemi.
Bahkan, tidak hanya di Indonesia, banyak negara lain juga mengalami hal serupa.
"Memang itu kendala yang sangat wajar dialami, bahkan bukan hanya di Indonesia saja."
"Di negara maju, yang dilaporkan bisa dua kali lebih rendah dari data yang ada," kata Dicky.
Baca juga: Jubir Luhut: Angka Kematian Covid akan Kembali jika Data Sudah Rapi, Ada Tim Khusus untuk Perbaiki
Dicky juga memprediksi, setelah angka kematian Covid-19 diperbaiki, angka yang muncul bisa jauh lebih tinggi.
Terlebih, positivity rate di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan standar dari WHO.
"Yang dilaporkan memang belum yang mendekati sebenarnya, kalau di bawah (dari angka yang dilaporkan saat ini, red) tentu tidak."
"Pasti di atasnya, karena positivity rate kita tinggi untuk kasus aktifnya," ujar Dicky.
Data Kematian Covid-19 akan Kembali jika Sudah Rapi
Diketahui, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Jodi Mahardi ikut menanggapi terkait angka kematian Covid-19 yang dihapus sementara dari indikator penanganan Covid-19.
Menurut Jodi, hal itu dikarenakan adanya data yang merupakan akumulasi dari beberapa minggu sebelumnya.
Akibatnya, pemerintah mengaku kesulitan dalam menganalisis penanganan Covid-19 di daerah.
Baca juga: Tanggapan Pemerintah soal Prediksi Data Kematian Covid Bisa Jauh Lebih Tinggi setelah Diperbaiki
"Kami temukan ada input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang. Sehingga menimbulkan disorsi dalam penilaian."