KPK Ungkap Konstruksi Perkara Korupsi Cukai Rokok dan Minol yang Menjerat Bupati Bintan Apri Sujadi
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan konstruksi perkara yang menjerat Bupati Bintan periode 2016-2021 Apri Sujadi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
"Pada Februari 2018, Apri memerintahkan Alfeni Harmi (Kepala Bidang Perizinan BP Bintan) dan diketahui juga oleh MSU untuk menambah kuota rokok BP Bintan tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton, sehingga total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan oleh BP Bintan tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton)," kata Alexander.
Alexander mengatakan, selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah, di mana untuk Apri sebanyak 16.500 karton, Saleh 2000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 11.000 karton.
Untuk penetapan kuota rokok di BP Bintan dari tahun 2016-2018, diduga dilakukan oleh Saleh dan penetapan kuota MMEA di BP Bintan dari tahun 2016-2018 diduga ditentukan sendiri oleh Saleh tanpa mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar.
"Dari tahun 2016 sampai 2018, BP Bintan telah menerbitkan kuota MMEA kepada PT TAS (Tirta Anugrah Sukses) yang diduga belum mendapatkan izin edar dari BPOM dan dugaan terdapat kelebihan (mark-up) atas penetapan kuota rokok di BP Bintan dimaksud," kata Alexander.
KPK menyebut, perbuatan para tersangka, diduga antara lain bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012, yang diperbaharui dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2017 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012 tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai, yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.04/2017.
Atas perbuatannya, Alexander menyatakan, Apri dari tahun 2017-2018 diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp 6,3 miliar dan Saleh dari tahun 2017-2018 juga diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp 800 juta.
"Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp 250 miliar," ungkapnya.
Alexander menambahkan, KPK kembali mengingatkan kepada penyelenggara negara untuk tidak menyalahgunakan kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
"Penetapan Badan Pengusahaan Kawasan Bintan dilakukan untuk memberikan kemudahan berusaha dan berinvestasi yang selayaknya digunakan untuk kemakmuran wilayah dan rakyat, bukan untuk dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok penyelenggara negara," kata Alexander.