Ramai Adu Popularitas Lewat Baliho, Babe Haikal: 1 Baliho Rp2 M, Mending Beli Gerobak untuk Rakyat
Babe Haikal tanggapi ramainya para tokoh politik beradu popularitas di tengah pandemi, sebut daripada baliho, biayanya lebih baik untuk beli gerobak
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Banyak pengamat turut menanggapi soal ramainya para tokoh politik saling beradu popularitas di tengah pandemi Covid-19.
Termasuk pendakwah, Haikal Hassan Baras, atau akrab disapa Babe Haikal.
Menurut Haikal, fenomena ini terkesan tak bernaluri, mengingat saat ini rakyat sedang kesulitan menghadapi pandemi.
Daripada untuk memasang baliho, kata Haikal, lebih baik biayanya digunakan untuk membeli gerobak untuk rakyat.
Sehingga, rakyat dapat memiliki usaha di tengah pandemi.
Mengingat, biaya pasang baliho tidaklah murah.
Baca juga: Baliho Politisi Dimana-mana, Apakah Efektif sebagai Taktik Menuju Pilpres 2024?
Baca juga: Profil Puan Maharani di Wikipedia Tertulis Ketua Dewan Pencitraan Rakyat
"Tanyakan nurani masing-masing, dengan memasang (baliho) dari Aceh sampai Papua, kira-kira total berapa biayanya, masyarakat itu tahu dan bisa mengira-ira," kata Haikal dalam program Catatan Demokrasi tvOne, Selasa (10/8/2021).
Haikal yang juga memiliki usaha di bidang baliho mengaku, biaya pemasangan satu buah baliho dalam enam bulan dapat mencapai Rp 2 miliar.
"Jangan dulu (bicara) soal hak, lebih manfaat mana? Kalau ini membuka lapangan kerja, satu baliho Rp 2 miliar, kalau dibeliin gerobak biar masyarakat bisa usaha di tengah pandemi, banyakan mana?" tambah Haikal.
Tak semata-mata meminta orang lain untuk memiliki empati, ia sendiri pun juga berupaya berempati kepada rakyat.
Haikal menyebut, dalam pandemi ini ia membagikan gerobak gratis bagi masyarakat untuk usaha.
Baca juga: Alasan di Balik Pemasangan Baliho Airlangga Hartarto, Golkar: Sudah Program Jauh-jauh Hari
"Saya pengusaha juga, ngasih gerobak gratis, satu gerobak itu Rp 3 juta, saya bagi-bagi masih mampu," terang Haikal.
Pengamat Sebut Rakyat Tak Butuh Baliho, Tapi Butuh Makan
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Ujang Komarudin menilai akan lebih bijak jika sosialisasi lewat baliho tersebut dihentikan terlebih dahulu.