Integrasi Lembaga Iptek dan Litbang ke BRIN Dikhawatirkan Hilangkan Otonomi Litbangjirap
Pada opsi ini keterkaitan riset dengan kebijakan/program kementerian masih terjaga, tidak menimbulkan gejolak dalam masa transisi.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Integrasi litbang di kementerian/lembaga (K/L) menjadi salah satu yang didorong pemerintah.
Lewat surat 22 Juli 2021, MenPAN-RB Tjahjo Kumolo meminta pejabat pembina kepegawaian di 48 K/L untuk memastikan pengalihan peneliti di litbang ke BRIN tuntas 31 Desember 2022.
Tersedia tiga opsi integrasi: integrasi total, integrasi parsial atau konversi ke nomenklatur, tugas, dan fungsi berbeda. BRIN akan menerima program, SDM priset, dan aset lain.
Untuk menjamin karier, BRIN dan K/L akan memetakan dan menentukan pejabat fungsional peneliti yang dialihkan atau tidak dialihkan. Bagi yang tidak dialihkan ke BRIN, pejabat fungsional bisa beralih ke jabatan fungsional di K/L.
Menanggapi rencana peleburan itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri Jakarta Azyumardi Azra menyebut ini sebagai bentuk negara yang rakus.
Azyumardi sangsi inovasi dan riset di Tanah Air dapat berjalan baik lantaran ada pretensi negara untuk menguasai lembaga penelitian.
"Saya kira ini menunjukkan apa yang disebut oleh Taufik Abdullah sebagai negara yang rakus (greed state). Negara yang rakus itu adalah negara yang ingin menguasai segala sesuatu," kata Azyumardi.
Bentuk kerakusan negara terhadap lembaga riset juga terlihat dari rencana meleburkan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) bidang iptek, yakni Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Bahkan, kata dia, BRIN juga akan meleburkan litbangjirap di seluruh k/L yang berjumlah 48. Juga Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) di 34 provinsi.
"Ini mencerminkan kerakusan untuk berkuasa," ujar dia.
Integrasi dalam skala raksasa itu dikhawatirkan menghilangkan otonomi kelembagaan litbangjirap.
Ini bertentangan dengan semangat reformasi yang memberi otonomi yang lebih besar pada lembaga ilmu pengetahuan.
Dia sangsi riset dan inovasi akan berjalan baik ke depan dalam kondisi dikendalikan oleh sebuah struktur yang gemuk namun minim SDM.
"Jangan dulu soal apa bisa melakukan riset dan inovasi, soal kelembagaan saja lagi-lagi mengatakan nafsu besar tenaga kurang. Apa punya kemampuan melakukan riset dan inovasi? Apalagi inovasi yang terpusat/tersentralisasi di BRIN," kata guru besar sejarah itu.