Jokowi Tak Bisa Disalahkan Atas Renggangnya Hubungan dengan PDIP dan Akrab dengan Golkar
Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bisa disalahkan ketika hubungannya menjadi
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak bisa disalahkan ketika hubungannya menjadi renggang dengan PDI Perjuangan (PDIP).
Beberapa waktu belakangan, elite PDIP kerap terlihat mengkritik Jokowi.
Selain itu, Jokowi terlihat lebih kerap menyerahkan posisi strategis kepada elit parpol lain yakni Golkar dalam penanganan pandemi.
Menurut Hendri, kepercayaan Jokowi kepada elit Golkar tak lepas dari 'pengkhianatan' yang dilakukan eks Menteri Sosial Juliari Batubara ketika menyalahgunakan wewenang dalam perkara bantuan sosial (bansos).
"Persepsi masyarakat kan saat ini Jokowi dengan Megawati atau dengan PDIP sedang renggang, karena terkait pak Jokowi lebih suka bekerja dengan kader Golkar yaitu Airlangga Hartarto dan Luhut Binsar Pandjaitan di masa pandemi ini untuk penanggulangan Covid-19," ujar Hendri, ketika dihubungi Tribunnetwork, Kamis (19/8/2021).
Baca juga: Megawati Sedih Banyak yang Hina Presiden Jokowi, Sebut Mereka Pengecut
"Walaupun saya tidak bisa menyalahkan pak Jokowi 100 persen, karena kader PDIP Juliari Batubara saat diminta ngurus bansos yang sangat strategis di pandemi itu malah berkhianat dan melakukan korupsi," imbuhnya.
Founder lembaga survei KedaiKOPI itu turut mengungkap Megawati dirasa memang perlu memperbaiki hubungan serta mendekatkan diri kembali dengan Jokowi.
Sebab, mantan Gubernur DKI Jakarta itu dinilai masih memiliki peran besar dalam perhelatan politik di 2024 mendatang. Salah satunya untuk membantu mempopulerkan calon presiden.
"Saya rasa perlu ibu Megawati untuk memperbaiki (hubungannya dengan Jokowi). Saya rasa alasannya ada dua hal. Pertama, penanggulangan Covid-19, yang kedua adalah 2024 pastinya. Karena sebagai penguasa pak Jokowi masih memiliki kekuatan untuk mengarahkan atau minimal mempopulerkan calon," tandasnya.