PSI Desak Pejabat Kembalikan Honor Pemakaman Jenazah Covid-19
Seperti diberitakan, Bupati Jember Hendy Siswanto menerima honor Rp 70 juta lebih dari pemakaman jenazah pasien Covid-19.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengecam kebijakan pemberian honor pemakaman jenazah pasien Covid-19 kepada bupati dan sejumlah pejabat di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
“Terhadap kebijakan itu, sikap PSI sangat jelas. Kami mengecam setiap kebijakan yang tidak pro-rakyat dan tidak menunjukkan empati kepada rakyat yang sedang menghadapi kesulitan besar akibat pandemi,” kata Wasekjen DPP PSI, Danik Eka Rahmaningtiyas, dalam keterangan tertulis, Jumat (27/8/2021).
Seperti diberitakan, Bupati Jember Hendy Siswanto menerima honor Rp 70 juta lebih dari pemakaman jenazah pasien Covid-19.
Dasar penghitungannya adalah setiap pemakaman satu jenazah Covid-19, pejabat menerima honor Rp 100 ribu.
Baca juga: SOSOK Bupati Jember, Hendy Siswanto yang Ngaku Terima Honor Rp 70,5 Juta dari Pemakaman Covid-19
Selain Bupati Hendy, sejumlah pejabat lain juga menerima honor yang sama.
Mereka adalah Sekretaris Daerah (Sekda), Plt. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jember dan Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jember.
Danik menilai, pemberian honor pemakaman jenazah Covid-19 kepada pejabat adalah kesalahan fatal yang melukai hati rakyat.
Hal itu karena, pejabat terkait sudah mendapat gaji dan tunjangan dari negara.
“Tentunya ini sebuah kesalahan fatal. Mereka (pejabat) sudah menerima gaji dan tunjangan dengan angka fantastis. Pandemi sudah cukup menyengsarakan rakyat, pejabat jangan menambah luka hati rakyat dengan bikin kebijakan konyol ini,” imbuh perempuan kelahiran Jember itu.
Lebih jauh Danik juga meminta kebijakan tersebut dianulir.
Menurutnya, jika tetap dipertahankan, itu seperti memberi karpet kepada pejabat untuk mencari keuntungan di atas penderitaan rakyat.
“Regulasi yang mendasari kebijakan nir-empati ini harus segera dikoreksi dan dianulir, tidak hanya di Jember tapi juga di daerah mana pun. Jika tidak dianulir, seolah membiarkan pejabat mencari keuntungan saat rakyatnya kesusahan,” pungkas mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM) itu.