Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Eks Komisioner KPU RI: Proses Panjang Rekap Suara Manual Berpotensi Jadi Ruang Manipulasi

Rekapitulasi suara dengan model berjenjang lebih punya potensi menjadi ruang manipulasi. faktornya karena rekapitulasi berjenjang butuh waktu lama.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Eks Komisioner KPU RI: Proses Panjang Rekap Suara Manual Berpotensi Jadi Ruang Manipulasi
ISTIMEWA/tangkap layar zoom meeting
Eks Komisioner KPU dan peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay saat diskusi daring 'Bukan e-Voting, Tetapi e-Recap', Sabtu (28/8/2021). 

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay mengatakan, berdasarkan pengalaman penyelengaraan pesta demokrasi, rekapitulasi suara dengan model berjenjang lebih punya potensi menjadi ruang manipulasi.

Salah satu faktornya karena rekapitulasi berjenjang membutuhkan waktu lebih panjang. Bahkan lamanya bisa sampai 1 bulan.

"Pengalaman kita, dalam model rekapitulasi hasil bertingkat, selain waktu panjang, itu juga menjadi ruang manipulasi. Sulit untuk bisa diidentifikasi masalahnya," kata Hadar dalam diskusi daring 'Bukan e-Voting, Tetapi e-Recap', Sabtu (28/8/2021).

Baca juga: DPR Agendakan Pertemuan Cari Solusi terkait Peralihan Keanggotaan KPU-Bawaslu Daerah

Baca juga: PAN Pasang Target Raih 60 Kursi DPR RI Pada Pemilu 2024

Mantan Komisioner KPU RI ini menjelaskan setiap ajang Pemilu maupun Pilkada, kerap kali terdengar klaim suara pihak tertentu yang berkurang ratusan hingga ribuan suara saat proses rekapitulasi saura berjenjang.

Mengingat dalam rekapitulasi berjenjang, dilakukan penghitungan suara mulai dari TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional.

Warga megikuti simulasi pemungutan suara pemilihan serentak 2020 di gedung KPU, Jakarta, Rabu (22/7/2020). Simulasi tersebut digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga megikuti simulasi pemungutan suara pemilihan serentak 2020 di gedung KPU, Jakarta, Rabu (22/7/2020). Simulasi tersebut digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Proses rekapitulasi yang memakan waktu lama ini dinilai bisa menimbulkan spekulasi yang berujung pada situasi tegang hingga konflik.

Berita Rekomendasi

Apalagi dewasa ini, media sosial kerap dijadikan wadah menyebarluaskan informasi, termasuk disinformasi atau berita bohong perihal kepemiluan.

"Di masa panjang itu juga akan timbul spekulasi tentang proses maupun hasil pemilu, dan itu bisa sampai situasi tegang atau konflik, sengketa. Apalagi sekarang itu sangat mudah ditimbulkan, dengan adanya media sosial yang sangat banyak dengan bentuk disinformasi elektoral," ungkap Hadar.

"Jadi ruang terjadinya penyalahgunaan atau manipulasi hasil itu lebih terbuka kalau proses rekapnya itu panjang," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas