ICW Rekomendasikan Dewas KPK Bawa Kasus Lili Pintauli ke Polisi Jika Terbukti Langgar Etik
Adapun Lili Pintauli dilaporkan ke Dewas KPK lantaran diduga melakukan komunikasi dengan pihak yang sedang beperkara di KPK.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tak segan menjatuhkan sanksi berat kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar apabila dugaan pelanggaran etik yang bersangkutan terbukti.
Adapun Lili Pintauli dilaporkan ke Dewas KPK lantaran diduga melakukan komunikasi dengan pihak yang sedang beperkara di KPK.
ICW juga turut merekomendasikan Dewas meneruskan hasil putusan pelanggaran etik serta melaporkan Lili ke polisi jika terbukti bersalah.
"Tidak hanya itu, pasca-terbongkarnya pelanggaran etik tersebut, ICW juga turut merekomendasikan agar Dewan Pengawas segera membawa hasil putusan dan melaporkan Lili Pintauli Siregar ke Kepolisian dengan sangkaan melanggar Pasal 65 UU KPK dengan ancaman pidana penjara selama lima tahun," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Sabtu (28/8/2021).
Baca juga: Nasib Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar Ditentukan Dewas 30 Agustus Mendatang
Bagi Kurnia, hal lain yang juga penting dilakukan oleh Dewas KPK adalah menyerahkan hasil pemeriksaan etik ke Kedeputian Penindakan agar dapat segera diterbitkan surat perintah penyelidikan untuk menelusuri potensi korupsi di balik komunikasi tersebut.
"Atas dasar betapa problematiknya kondisi KPK saat ini, maka hal tersebut semakin menguatkan dugaan masyarakat bahwa Komisioner KPK bukan benar-benar ingin memberantas korupsi, namun justru memberantas citra lembaga pemberantasan korupsi," kata dia.
Dewas KPK direncanakan bakal menggelar sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran kode etik Lili pada Senin (30/8/2021).
"Senin tanggal 30 Agustus," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Kamis (26/8/2021).
Sebelumnya, Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menegaskan pihaknya menerapkan prinsip zero tolerance terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh seluruh insan lembaga antirasuah.
Termasuk soal dugaan adanya komunikasi antara Lili dengan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial terkait penanganan perkara.
"Sejak awal Dewan Pengawas KPK berkomitmen menegakkan prinsip zero toleransi untuk pelanggar kode etik KPK. Siapapun insan KPK, entah pegawai, pimpinan, atau bahkan anggota Dewas sendiri bisa dikenai pasal etik," kata Haris, Selasa (27/7/2021).
Laporan dugaan pelanggaran etik itu dilayangkan oleh mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi PJKAKI KPK Sujanarko serta dua penyidik lembaga antirasuah Novel Baswedan dan Rizka Anungnata.
Sujanarko saat itu menyatakan terdapat dua dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan.
Pertama Lili diduga menghubungi dan menginformasikan perkembangan penanganan kasus Syahrial.
Atas dugaan tersebut, Lili diduga melanggar prinsip Integritas yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Pasal itu menyebutkan, “Insan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan Pimpinan atau atasan langsung”.
Kedua, Lili diduga menggunakan posisinya sebagai pimpinan KPK, untuk menekan Syahrial terkait penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kualo Tanjungbalai.
Atas dugaan tersebut, Lili diduga melanggar prinsip Integritas yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.
Pasal itu menyatakan, “Insan KPK dilarang menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi”.