Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Purnawirawan Polri Bintang Satu Menentang ''Tes Keperawanan''

Brigjen Pol (Purn) Sri Rumiati menceritakan pengalamannya menentang "tes keperawanan" dalam proses seleksi calon anggota Polri.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Cerita Purnawirawan Polri Bintang Satu Menentang ''Tes Keperawanan''
Tangkapan Layar
Brigjen Pol (Purn) Sri Rumiyati saat Konferensi Pers virtual bertajuk Penghapusan "Tes Keperawanan" Angkatan Bersenjata: Kemenangan Untuk Perempuan? pada Rabu (1/9/2021). 

Sri kemudian menyampaikan bahwa di awal pembukaan Undang-Undang Dasar alinea keempat tercantum kalimat bahwa negara harus melindungi seluruh tumpah darah Indonesia. 

Kemudian, kata dia, saat itu Indonesia juga sudah meratifikasi Undang-Undang nomor 7 tahun 1984 yang pada pokoknya menyatakan negara menghapuskan semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan. 

Karena tugas utama polisi jelas menegakkan hukum, kata dia, maka kewajiban polisi juga harus menghormati dan melaksanakan Undang-Undang tersebut. 

Saat itu, para peserta dalam forum diskusi untuk menentukan persyaratan seleksi Bintara Polri dan Akpol tersebut menanyakan terkait Undang-Undang tersebut.

Sri kemudian menyampaikan bunyi Undang-Undang tersebut kepada mereka.

Ia yang masuk kepolisian sebagai psikolog mengatakan kerap menangani menangani masalah perempuan dan anak-anak baik dia sebagai korban, pelaku, maupun saksi selama masih aktif di Kepolisian.

Selain itu, ia pun pernah melakukan penelitian bersama Universitas Gadjah Mada pada 2002 tentang bagaimana polisi menangani kasus-kasus KDRT.

Berita Rekomendasi

Menurutnya berdasarkan penelitian itu polisi banyak dihujat karena banyak korban perkosaan yang tidak ditangani.

Baca juga: Pengamat Militer Pertanyakan Penghapusan Tes Keperawanan dalam Rekrutmen Kowad

Ia mengatakan hal tersebut merupakan dampak dari terjadinya kerusuhan 1998 dan di dalam Undang-Undang sulit bagi polisi untuk melakukan penanganan tersebut.

"Jadi karena saya menangani anak-anak yang menjadi korban perkosaan, saya terus terang saja sangat sensitif dengan masalah ini," kata Sri. 

Logika Sri sederhana

Negara, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar harus melindungi seluruh tumpah darah Indonesia.

Namun apabila negara tidak bisa melindungi korban perkosaan akibat konflik misalnya, apakah institusi negara seperti Polri harus mewajibkan "tes keperawanan" juga kepada para korban tersebut?

Ia pun mempertanyakan apakah para korban tersebut serta merta menjadi amoral lantaran mereka diperkosa saat konflik terjadi.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas