Jaksa Agung Ungkap Ada 268 Perkara yang Dihentikan Berdasarkan Keadilan Restoratif
Ia mengatakan setidaknya 268 perkara dihentikan melalui keadilan restoratif atau restorative justice dalam kurun waktu setahun terakhir.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung RI ST Burhanuddin mengatakan setidaknya 268 perkara dihentikan melalui keadilan restoratif atau restorative justice dalam kurun waktu setahun terakhir.
Hal ini terhitung sejak pemberlakuan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai bentuk kristalisasi penerapan hukum berdasarkan Hati Nurani.
"Hasil evaluasi sejak diberlakukannya keadilan restoratif tanggal 22 Juli 2020 sampai dengan tanggal 1 Juni 2021, terdapat sebanyak 268 perkara yang berhasil dihentikan berdasarkan keadilan restoratif," kata Burhanuddin saat membuka rapat kerja teknis bidang tindak pidana umum tahun 2021 secara virtual di ruangannya di Gedung Menara Kartika Adhyaksa, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (1/9/2021).
Ia menuturkan tindak pidana yang paling banyak diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah tindak pidana penganiayaan, pencurian, hingga pelanggaran lalu lintas.
Baca juga: Kronologi Jaksa Tangkap Buronan Korupsi Dana KUR Rp 41 Miliar di Jakarta
Burhanudin meminta para Jaksa untuk lebih berhati-hati menerapkan hukum kepada masyarakat. Sebaliknya, penerapan hukum harus berdasarkan hati nurani.
"Mengingat tugas membawa perkara di pengadilan adalah kita selaku pemilik asas dominus litis. Artinya kita adalah pengendali perkara yang menentukan dapat atau tidaknya suatu perkara dilimpahkan ke pengadilan," jelasnya.
Dijelaskan Burhannudin, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan suatu bentuk diskresi penuntutan oleh penuntut umum.
Diskresi penuntutan akan melihat dan menyeimbangkan antara aturan yang berlaku dengan tujuan hukum yang hendak dicapai.
"Ingat, tugas kita sebagai penegak hukum adalah untuk memberikan perlindungan hukum dan menghadirkan kemanfaatan hukum kepada masyarakat," ujar dia.
Atas dasar itu, ia meminta para Jaksa untuk dapat melaporkan penanganan perkara keadilan restoratif secara berkala setiap bulannya.
Ia menginginkan Kejaksaan dikenal di masyarakat sebagai institusi yang mengedepankan Hati Nurani dan penegak keadilan restoratif.
“Saya minta kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum agar laporan penanganan perkara keadilan restoratif ini dilakukan secara berkala setiap bulan dan disampaikan kepada masyarakat atas capaian kinerja kita ini dengan bekerja sama dengan Pusat Penerangan Hukum," ungkapnya.
Burhanuddin pun mengungkit kasus aparat penegak hukum yang tega menghukum seorang nenek atau masyarakat kecil karena masalah yang tidak terlalu berat.
Kasus ini pun diminta tidak boleh terulang lagi.
"Data ini seharusnya membuat kita tersentak karena ternyata selama ini banyak pencari keadilan dan banyak perkara-perkara seperti Nenek Minah dan Kakek Samirin yang tidak diekpos oleh media yang telah mendapat perlakuan hukum yang tidak pantas dan tidak seyogianya diteruskan ke pengadilan," ungkap dia.
Oleh sebab itu, ia kembali meminta para Jaksa untuk mengedepankan moralitas dan integritas dalam setiap perkara yang tengah ditangani.
"Saya tidak menghendaki para Jaksa melakukan penuntutan asal-asalan, tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat. Ingat, rasa keadilan tidak ada dalam text book, tetapi ada dalam Hati Nurani. Sumber dari hukum adalah moral. Dan di dalam moral ada Hati Nurani," tukasnya.