Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pasca Perusakan Rumah Ibadah di Sintang, Jemaah Ahmadiyah Bertahan di Rumah Sementara Polisi Berjaga

Para jemaah masih berada di rumah masing-masing dan mendapatkan pengamanan dari petugas kepolisian.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pasca Perusakan Rumah Ibadah di Sintang, Jemaah Ahmadiyah Bertahan di Rumah Sementara Polisi Berjaga
Ist
Diperkirakan ada 200 orang massa yang terlibat dalam perusakan Masjid Ahmadiyah ini. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Kalimantan Barat dan Polres Sintang melakukan penjagaan dan pengamanan jemaah Ahmadiyah usai adanya pembakaran tempat ibadah di Sintang, Kalimantan Barat pada Jumat (3/9/2021).

Kabid Humas Polda Kalimantan Barat Kombes Pol Donny Charles menyampaikan setidaknya ada 72 orang atau 20 Kepala Keluarga (KK) yang merupakan jamaah Ahmadiyah di sekitar lokasi.

Hingga kini, para jemaah masih berada di rumah masing-masing dan mendapatkan pengamanan dari petugas kepolisian.

"Mereka tetap di kediamannya masing-masing, kita yang terus berjaga disana," kata Donny saat dikonfirmasi, Minggu (5/9/2021).

Lebih lanjut, Donny menuturkan pihaknya juga melakukan penyelidikan para pelaku perusakan tempat ibadah jemaah Ahmadiyah tersebut.

"Tim gabungan baik dari Polda Kalbar dan Polres Sintang sedang bekerja, semoga dalam waktu dekat sudah ada hasil yang konkret," ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menghubungi Kapolda dan Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) untuk mengetahui dan memastikan terkait peristiwa penyerangan dan perusakan rumah ibadah milik jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.

Berita Rekomendasi

Ia meminta kepada keduanya agar segera menangani kasus tersebut dengan baik.

"Saya sudah berkomunikasi dengan Gubernur dan Kapolda Kalimantan Barat agar segera ditangani kasus ini dengan baik, dengan memperhatikan hukum, memperhatikan kedamaian dan kerukunan, juga memperhatikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Semuanya harus ikut aturan hukum," kata Mahfud dalam keterangan Tim Humas Kemenko Polhukam.

Mahfud mengatakan bahwa keduanya sudah menangani masalah tersebut dan segera menyelesaikannya secara hukum. Ia berharap semua pihak bisa menahan diri.

"Ini masalah sensitif, semuanya harus menahan diri. Kita hidup di negara kesatuan Republik Indonesia di mana hak-hak asasi manusia dilindungi oleh negara," kata Mahfud.

Kronologi Perusakan


Massa menggeruduk rumah ibadah Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat pada Jumat (3/9/2021). Video perusakan oleh massa yang belum diketahui identitasnya itu viral di media sosial.

Kabid Humas Polda Kalimantan Barat Kombes Donny Charles membenarkan peristiwa tersebut. Diperkirakan ada 200 orang massa yang terlibat dalam perusakan rumah ibadah milik Ahmadiyah ini.

"Benar terjadi peristiwa itu, ada bangunan yang dirusak dan dibakar oleh massa berjumlah 200 orang tidak ada korban jiwa," kata Donny.

Akibat penyerangan ini, kata Donny, rumah ibadah tersebut rusak lantaran dilempar dan dikabar oleh massa.

"Ada bangunan yang dirusak dan dibakar. Untuk masjidnya sendiri ada yang rusak karena dilempar. Sedangkan yang sempat terbakar adalah bangunan di belakang masjid," ujar Donny.

Namun demikian, ia menyebutkan pihaknya telah menurunkan ratusan personel untuk berjaga. Termasuk, mengamankan jemaah Ahmadiyah di sekitar lokasi.

Baca juga: Terkait Penyerangan Masjid Ahmadiyah, DPR Minta Masyarakat Tak Terprovokasi Kelompok Manapun

"Saat ini personel gabungan TNI dan Polri berjumlah lebih dari 300 personel sudah berada di TKP. Kita fokus mengamankan jemaah Ahmadiyah yang berjumlah 72 orang atau 20 KK dan rumah ibadah. Situasi sudah terkendali, massa sudah kembali," jelasnya.

Menurut Donny, massa tidak terima dengan keputusan pemerintah daerah Sintang yang hanya menghentikan operasional Ahmadiyah.

"Mereka kecewa karena Pemkab Sintang hanya menghentikan operasional di tempat ibadah, sedangkan massa menuntut agar tempat ibadah dibongkar," tukasnya.

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengkritik tindak pencegahan Polri dalam peristiwa perusakan dan pembakaran rumah ibadah Ahmadiyah oleh massa di Sintang, Kalimantan Barat.

Ia menuturkan, Polri seharusnya telah memiliki langkah mengantisipasi adanya kekerasan di tempat tersebut. Apalagi, personel Polri telah mencakup hingga ke pelosok desa.

"Kompolnas berharap pencegahan kekerasan dimaksimalkan oleh Polisi. Polisi memiliki sumber daya hingga level desa/kelurahan yaitu Bhabinkamtibmas, sehingga diharapkan mampu mengawasi dan memotret hal-hal kecil yang nantinya dapat membesar menjadi konflik," kata Poengky.

Ia juga mengkritik penanganan Polri di Sintang dalam menangani konflik. Seharusnya, pihak kepolisian mampu mencegah adanya tindak kejahatan lebih maksimal.

"Kapolres selaku anggota Forkopimda diharapkan lebih memahami situasi dan peka terhadap potensi konflik, sehingga bisa mencari jalan keluar, agar kamtibmas dapat terjaga. Dengan mengedepankan tindakan preventif dan preemtif, saya yakin akan mampu mencegah kejahatan secara maksimal," ungkapnya.

Ia menuturkan pihak kepolisian harus dapat melindungi seluruh lapisan masyarakat dan menjaga keberagaman tersebut.

"Saat ini diharapkan polisi dapat mendinginkan situasi (cooling down) dan mencegah terulangnya kekerasan. Indonesia adalah negara yang berbhinneka, tetapi tetap satu. Sehingga seluruh masyarakat harus bersatu, saling menghormati dan toleran meskipun berbeda-beda. Keberagaman adalah kekayaan Indonesia yang harus disyukuri," ujar dia.

Atas dasar itu, ia meminta Polri segera dapat mengusut pelaku yang bertanggung jawab atas perusakan rumah ibadah Ahmadiyah tersebut.

"Kompolnas mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan sekelompok orang terhadap Masjid jamaah Ahmadiyah di Sintang. Kompolnas berharap aparat Kepolisian segera memproses hukum para pelakunya," pungkasnya.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta aparat kepolisian untuk turun tangan terkait kasus di Sintang.

Baca juga: Polri Berjaga Amankan Jemaah Ahmadiyah di Sintang Kalimantan Barat

Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, pihaknya telah meminta pihak kepolisian dalam hal ini Mabes Polri khususnya Polda Kalimantan Barat, untuk melakukan pencegahan terhadap kekerasan dan potensi konflik.

Kendati begitu, kekerasan di wilayah Kalimatan Barat tersebut masih saja terjadi hingga saat ini.

"Untuk itu, Komnas HAM telah meminta pihak Kepolisian, khususnya Polda Kalimantan Barat, untuk melakukan pencegahan terhadap kekerasan dan potensi konflik, namun faktanya kekerasan masih terjadi hingga saat ini," kata Anam.

Hal itu karena kata Anam, peristiwa kekerasan yang dialami oleh jemaah Ahmadiyah merupakan tindakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan hukum.

Termasuk di dalamnya ada pelarangan beribadah sampai perusakan harta benda.

Oleh karenanya, untuk memastikan tidak meluasnya peristiwa kekerasan yang terjadi, pihaknya meminta jajaran kepolisian untuk menangani kasus ini secara maksimal.

Di samping memastikan kekerasan tidak menyebar luas, kata Anam, penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan dan pelanggaran kebebasan beragama juga harus ditegakkan.

"Penting dalam kondisi saat ini, jaminan tidak ada kekerasan lagi dan penegakan hukum segera dijalankan," tuturnya.

Selain itu, dirinya juga meminta, mekanisme cooling system Kepolisian harus dijalankan, serta mencegah upaya siar kebencian dan tindakan provokatif lainnya.

Di akhir, pihaknya dalam hal ini Komnas HAM juga meminta semua pihak untuk turut andil dalam menghentikan tindak kekerasan agar tidak kembali terjadi.

"Khususnya pemerintah daerah untuk mengambil langkah memastikan peristiwa kekerasan tidak terjadi lagi," tukasnya.(Tribun Network/igm/riz/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas