Komnas HAM Sebut Penegakan HAM hingga Peradilan Militer Jadi Tantangan Panglima TNI Baru
Tiga aspek terkait HAM akan menjadi tantangan Panglima TNI baru pengganti Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang akan memasuki masa pensiun.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam menyebut tiga aspek terkait HAM akan menjadi tantangan Panglima TNI baru pengganti Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang akan memasuki masa pensiun.
Anam mengungkapkan tiga aspek tersebut yakni penegakan HAM, posisi dalam hubungan sipil-militer, dan reformasi peradilan militer.
Terkait penegakan HAM, Anam menyebutkan ada dua hal yang menjadi tantangan yakni pelanggaran HAM berat di masa lalu dan pelanggaran HAM.
Baca juga: Pengamat Sebut Andika Perkasa Punya Pendukung sekaligus Penghalang yang Kuat untuk Jadi Panglima TNI
Terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu, kata Anam, kepatuhan anggota TNI baik yang masih aktif atau sudah pensiun tergolong rendah khususnya dalam hal pemeriksaan oleh Komnas HAM.
Sedangkan dalam konteks pelanggaran HAM, Anam menyebut hal itu terkait misalnya sengketa lahan yang melibatkan TNI dan masyarakat hingga operasi militer di daerah konflik.
Tantangan kedua yang disebut Anam adalah terkait posisi TNI dalam hubungan sipil-militer.
Dalam hal ini ia mencontohkan terkait polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK yang mencuat belakangan ini di mana ada keterlibatan TNI sebagai asesor dalam prosesnya.
Baca juga: Presiden Perlu Hindari Pendekatan Politik Terkait Pergantian Panglima TNI
Menurut Anam dalam konteks tersebut TNI tidak dilatih dan didoktrin untuk mengukur tingkat tingkat kebangsaan masyarakat sipil yang dinamis.
Menurutnya, TNI tidak perlu masuk ke ranah sipil sedemikian jauh.
Hal tersebut disampaikannya dalam Diskusi Publik bertajuk Pergantian Panglima TNI dan Reformasi TNI di kanal Youtube Centra Initiative pada Kamis (9/9/2021).
Anam mengatakan ruang yang besar pada militer untuk mengekspresikan dirinya sebagai tentara yang profesional tetap perlu didukung.
Namun ia khawatir jika hubungan sipil-militer tidak dipertegas maka militer berpotensi digunakan oleh kekuasaan untuk tujuan-tujuan yang tidak menuju ke arah TNI yang profesional.
"Kalau kita enggak mempertegas lagi diskursusnya, ini jangan-jangan kita akan membawa militer kita yang semakin lama semakin baik, semakin lama semakin profesional, balik lagi ke zaman militer tempo hari yang digunakan oleh kekuasaan untuk tidak ke tujuan-tujuan mengembangkan militer yang profesional," kata Anam.
Baca juga: Komnas HAM Minta Kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang Diungkap Transparan
Tantangan ketiga menurut Anam adalah terkait dengan reformasi peradilan militer.
Menurutnya reformasi peradilan militer merupakan pilar penting dalam konteks demokrasi dan dalam penegakkan hukum dalam konsep demokrasi.
Jika pengadilan militernya tidak segera direformasi, kata Anam, sulit untuk berbicara penegakan hukum dan HAM yang baik.
Ia yakin jika reformasi pengadilan militer dijalankan maka akan melengkapi peta jalan perjalanan profesionalitas militer Indonesia yang semakin lama semakin profesional.
Baca juga: Komnas HAM Bentuk Tim Pemantauan Kasus Pembunuhan Munir dan Buka Opsi Panggil Saksi
Terkait hal itu, ia pun menyoroti perubahan TNI yang menuju ke arah semakin profesional khususnya dalam penegakan HAM.
Ia mencontohkan selama ini Komnas HAM beberapa kali diajak TNI untuk merumuskan bagaimana seharusnya operasi yang harus dilakukan oleh militer dalam konteks HAM.
Menurutnya selama ini Komnas HAM bisa memberi masukan konsep yang lebih taktis karena berangkat dari kasus-kasus yang ada nyata di lapangan.
"Jadi tiga layer itu menjadi tantangan besar bagi panglima siapapun yang nanti dipilih dan kami di Komnas HAM yakin kalau tiga agenda itu bisa dicerminkan oleh panglima siapapun itu, kita akan memiliki militer yang semakin lama semakin profesional, semakin lama semakin disegani di dunia internasional," kata Anam.