Dukung Sekolah Tatap Muka, Pengamat Khawatir Dampak Non Akademis pada Anak Bila Kelamaan PJJ
Pegiat Pendidikan Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK), Kangsure Suroto mendukung kembalinya sekolah tatap muka dengan penyesuaian protokol kesehatan.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Pegiat Pendidikan Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK), Kangsure Suroto menilai, mulai diberlakukannya pembelajaran tatap muka (PTM) menjadi kabar gembira yang patut disyukuri.
Kangsure mendukung kembalinya sekolah tatap muka dengan penyesuaian protokol kesehatan (prokes).
Sebagai pengamat pendidikan, Kangsure mengaku khawatir bukan pada aspek akademis anak-anak, melainkan aspek non akademis.
Kangsure menyebut paradigma pendidikan saat ini tidak lagi berfokus soal akademis.
"Tetapi juga aspek non akademisnya, makanya ada pendidikan budi pekerti dan sebagainya, UN (Ujian Nasional) tidak dijadikan dasar kelulusan, dan sebagainya," ungkap Kangsure dalam program diskusi Overview Tribunnews.com, Kamis (9/9/2021).
Baca juga: Jokowi: Setelah Divaksin Langsung Bisa Belajar Tatap Muka Asal Tidak Level 4
Dampak Negatif Gadget Membayangi
Kangsure menyebut terlalu lama PJJ membuat psikis anak-anak terganggu karena setiap hari menghadapi gawai atau gadget.
"Saya kira kalau disurvei, dugaan saya, hampir 80 persen teman anak-anak di rumah ini bukan orangtua, tapi gadget," ungkapnya.
Apalagi, lanjut Kangsure, gadget menjadi prasyarat pembelajaran jarak jauh (PJJ).
"Artinya yang dulu tidak mengenal itu, kemudian dipaksa oleh keadaan untuk mengenal itu," ungkapnya.
Baca juga: Nadiem Makarim dan Gibran Tinjau Pelaksanaan PTM Terbatas di Surakarta
Meski ada manfaatnya, Kangsure menilai mudarat yang ditimbulkan juga sebanding.
"Antara manfaat dan mudaratnya itu kok saya menilai sebenarnya berimbang, karena (penggunaan gadget) relatif tidak dikendalikan."
"Anak di rumah, orangtua bekerja, dipegangi HP, padahal mereka belum bisa mengendalikan untuk memilih mana yang bermanfaat mana yang tidak," ungkap Kangsure.
Menjadi Tidak Toleran
Lebih lanjut, Kangsure menyebut ketika anak-anak sudah terganggu dengan keberadaan gadget, media sosial, dan lain-lain, membuat anak dapat kehilangan kecerdasan sosialnya.
"(Gadget) ini berdampak pada kecerdasan sosial, kecerdasan emosional yang dimiliki anak."
"Anak-anak akhirnya menjadi tidak toleran, karena terlalu asik dengan bermain gadget tadi," ungkap Kangsure.
Baca juga: Update Vaksinasi: 3,1 Juta Pelajar Telah Disuntik Vaksin Covid-19 Dosis Pertama
Selain itu, kata Kangsure, kecerdasan emosional sang anak relatif terganggu.
"Artinya justru itu menurut saya lebih mengerikan ketimbang dampak akademis," ujarnya.
Vaksinasi Usia Pelajar
Sementara itu saat ini pemerintah Indonesia sudah melakukan program vaksinasi usia pelajar, 12-17 tahun.
Pemerintah menargetkan vaksin pada 26.705.490 orang di rentang usia ini.
Hingga Senin (13/9/2021) pukul 12.00 WIB, data Kementerian Kesehatan (Kemkes) mencatat dosis pertama vaksin Covid-19 sudah diterima oleh 3.146.916 orang (11,78 persen).
Sedangkan dosis kedua diterima oleh 2.162.921 orang (8,10 persen).
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.