Politikus PAN: Tidak Ada Toleransi Lagi Bagi KKB, Harus Dibasmi
Pangeran Khairul Saleh mengecam penganiayaan dan pembunuhan terhadap tenaga kesehatan di Pegunungan Bintang, Papua.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi PAN Pangeran Khairul Saleh mengecam penganiayaan dan pembunuhan terhadap tenaga kesehatan di Pegunungan Bintang, Papua.
Pangeran menegaskan pembunuhan dan pembakaran fasilitas kesehatan tersebut adalah tindakan keji.
"Ini tindakan yang sungguh di luar batas kemanusiaan, bentuk pelanggaran HAM yang nyata. Menganiaya dan membunuh tenaga kesehatan dan membakar fasilitas kesehatan merupakan aksi perlawanan terhadap pemerintah. Tidak ada toleransi lagi bagi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Harus dibasmi, dihentikan, dan ditindak tegas!" Kata Pangeran dalam keterangannya, Senin (20/9/2021).
"Sungguh perbuatan yang amoral dan tidak berperikemanusiaan. Tiga suster ditelanjangi dengan parang lalu dianiaya dengan keji. KKB telah ingkar janji tidak akan menyerang puskesmas dan tenaga kesehatan. Buktinya mereka melakukan aksi brutal dan biadab,” lanjutnya.
Ia pun meminta TNI dan Polri segera menindak tegas KKB di Papua.
Baca juga: Nakes Gugur di Papua, DPR Minta TNI-Polri Tumpas KKB Hingga ke Akar-akarnya
"Saya mengimbau agar TNI-Polri melakukan penangkapan terhadap teroris KKB yang menyerang tenaga kesehatan. Tindakan seperti ini tentu pelaku harus ditangkap dan diproses hukum secepatnya," ujar Pangeran.
Pangeran pun secara khusus juga meminta TNI-Polri untuk menjamin keamanan dan keselamatan nakes di Papua, apalagi di masa pandemi Covid-19 ini.
"Saya meminta kepada aparat keamanan, untuk bekerja serius dan menjamin keamanan serta keselamatan pelayanan kesehatan di seluruh Papua," ucapnya.
Baca juga: Menteri PPPA Kecam Penyerangan Nakes dan Guru di Papua
"Dengan situasi yang panas ini, saya berharap TNI dan POLRI menjaga disetiap fasilitas kesehatan yang ada dari serangan brutal KKB, melakukan koordinasi dan kerjasama secara integratif, tidak usah saling menyalahkan, sehingga dapat menciptakan kedamaian, keamanan, dan perlindungan HAM di Bumi Papua," kata Pangeran.
Lompat ke Jurang Bareng Teman Demi Selamatkan Diri
Marselinus Ola Atanila, seorang mantri yang bertugas di Puskesmas Kiwirok, Pegunungan Bintang, Papua bercerita detik-detik Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) melakukan aksi kekerasan yang menyebabkan meninggalnya tenaga kesehatan, Senin (13/9/2021).
Marselinus mengungkap bila diri bersama tenaga kesehatan lainnya di Puskesmas Kiwirok sudah mendengar ada ancaman dari KKB, Senin pagi.
Meskipun begitu, para tenaga kesehatan tetap bekerja memberikan pelayanan kepada masyarakat meskipun sudah tahu bila nyawa akan menjadi taruhannya.
Mereka berpikir, KKB tidak akan mengganggu tenaga kesehatan karena memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekitar.
Marselinus Ola Atanila mengaku mendapat kabar bahwa akan ada penyerangan KKB ke pihak TNI-Polri hari itu sekira pukul 07.00 WIT.
Namun, demi kemanusiaan, Marselinus dan rekan-rekannya tetap bertahan di barak dan juga Puskesmas.
Baca juga: Dua Otak Penyerangan dan Pembunuhan di Pegunungan Bintang Papua Tertangkap
“Kami mengambil langkah bijak untuk tetap di dalam barak medis dan juga Puskesmas sehingga apabila penyerangan dan ada korban, kami sebagai nakes bisa melakukan pertolongan,” kata Marselinus mengisahkan kronologis penyerangan KKB terhadap dirinya dan nakes lainnya di Kiwirok.
Sekitar pukul 09.00 WIT, terjadi letusan pertama kalinya di Pos Pamtas.
Ia bersama rekan-rekannya tidak menyangka bila KKB akan menyerang tenaga kesehatan.
“Kami tidak mengira akan terjadi penyerangan terhadap nakes. Pada pukul 09.05 WIT, KKB mulai menghancurkan Puskesmas dan menyiram bensin keliling gedung, membakarnya,” ujarnya.
Sekitar pukul 09.07 WIT, kata Marselinus, KKB mulai menuju ke barak dokter yang bersebrangan dengan Puskesmas.
Baca juga: Petolan KKB Pembakar Puskesmas di Papua Tewas Ditembak Aparat, Mayatnya Dibawa Lari Anak Buah
KKB melancarkan aksinya dengan menghancurkan kaca jendela kemudian menyiram bensin dan membakar.
Di dalam barak dokter tersebut terdapat lima orang nakes yaitu Dokter Restu Pamanggi, mantri Lukas Luji Parta, suster Siti Khodija, dan mantri Martinus Deni Satya.
Pada saat pukul 09.10 WIT, KKB semakin brutal dengan memasuki barak dokter dan menyerang nakes yang ada di dalamnya.
Merasa diserang, nakes tersebut lari berhamburan keluar dari barak secara terpisah.
Baca juga: Usai Pembakaran Fasilitas Kesehatan di Papua, Nakes yang Selamat Dievakuasi ke Jayapura
“Dokter Restu sempat di hadang dan dipukul dengan besi, kemudian digiring ke jurang dan di tendang ke jurang,” ujar Marselus.
Sedetik kemudian, KKB menuju ke barak nakes yang kedua dimana terdapat dirinya bersama, mantri Manuel Abi, mantri Lukas Luji Patra, suster Kristina Sampe Tonapa, suster Katriyanti Tandila, dan juga almarhum suster Gabriella Melani.
“Merasa terancam, saya dan rekan-rekan lain bersembunyi di dalam WC, namun keberadaan kami diketahui sehingga kami berusaha menyelamatkan diri dengan berlari sekuat tenaga,” ujarnya.
Namun, di segala pejuru sudah dikuasai pihak KKB dan KNPB sehingga dirinya dan rekan lainnya terpojok di pinggir jurang.
“Kami akhirnya bersepakat untuk melompot ke jurang. Saya sendiri tersangkut di akar pohon, sedangkan tiga suster lainnya tersangkut rerumputan. Melihat kami melompat, mereka (KKB) tetap mengejar kami hingga ke bawah,” ujarnya.
Dikatakan, hanya dirinya saja yang tidak ditemukan sedangkan tiga suster lainnya ditemukan dan dibawa ke halaman oleh KKB.
Para suster tersebut dipaksa membuka seluruh pakaiannya.
Setelah dibuka, para nakes tersebut disiksa dengan benda tajam hingga pingsan.
Diketahui sudah tak berdaya, KKB pun membuang para nakes tersebut ke dalam jurang.
Sayangnya, suster Gabriella Melani simuman dari pingsannya namun sudah tak berdaya.
Melihat hal tersebut, kata Marselinus, KKB mulai membunuhnya dengan sejumlah tikaman menggunakan benda tajam ke tubuh suster tersebut dan mendorongnya jatuh lebih dalam ke jurang.
Kemudian, para nakes tersebut harus berjuang sendiri tanpa ada pertolongan.
Tiga hari berselang, para nakes tersebut ditemukan tim gabungan saat melakukan pembersihan dan pencarian atas kasus tersebut.
Tim gabung berhasil menyelamatkan para nakes yang masih hidup, sedangkan almarhum suster Gabriella Melani sudah berhasil dievakuas.