Herzaky Minta Moeldoko Mendirikan Partai Sendiri: 'Jangan Mengganggu Partai Orang Lain'
Herzaky menilai berbagai gugatan yang dilayangkan kubu Moeldoko merupakan bagian dari pembodohan publik.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara sekaligus Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyikapi sengkarut masalah yang dialami kubu partainya yang dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan kubu KSP Moeldoko.
Diketahui, kasus yang hingga kini masih bergulir di kubu partai berlogo Mercy tersebut yakni mengenai upaya pengambialihan partai dari KSP Moeldoko melalui Kongres Luar Biasa (KLB) yang dinilai ilegal oleh partai Demokrat kubu AHY.
KLB yang diselenggarakan di Deli Serdang beberapa bulan lalu itu kini juga sudah ditetapkan ditolak oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melalui Menkumham Yasonna Laoly.
Atas dasar itu, pihak Partai Demokrat melalui Herzaky menegaskan, saat ini KSP Moeldoko memiliki dua opsi berkaitan dengan kasus yang sekarang masih berjalan.
Pilihan pertama kata Herzaky yakni Moeldoko harus mundur dari upayanya di kasus ini, dan mengakui kesalahannya karena sudah jelas upayanya sudah ditolak oleh Kemenkumham.
"Kami yakin, masih ada ruang perbaikan bagi siapapun manusia di muka bumi ini yang telah berbuat khilaf atau salah. Bukankah saat ini Tim KSP Moeldoko pun sudah cerai-berai?," kata Herzaky dalam konferensi pers yang digelar di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Minggu (3/10/2021).
Sedangkan opsi yang kedua yang ditawarkan oleh Partai Demokrat kubu AHY kepada Mantan Panglima TNI itu adalah, tetap maju namun martabat kehormatannya akan turun.
Tak hanya kehormatan pribadi Moeldoko akan tetapi juga kehormatan keluarga dan orang terdekatnya.
"Bukan saja kehormatan pribadi, tetapi juga kehormatan keluarganya. Kami yakin, Inshaallah, bersama Tuhan dan dukungan rakyat Indonesia, kami dapat memenangkan proses hukum ini," lanjutnya.
Baca juga: Demokrat Kubu AHY Kasih Dua Opsi ke Moeldoko: Mundur atau Kehilangan Kehormatannya
Herzaky berpandangan proses hukum yang ditempuh oleh Moeldoko saat ini tidak masuk akal. Bahkan dirinya menilai berbagai gugatan yang dilayangkan kubu Moeldoko merupakan bagian dari pembodohan publik.
Satu di antaranya yakni gugatan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 150 atas gugatan KSP Moeldoko dan Johny Allen Marbun.
Objek gugatan tersebut adalah surat penolakan Menkumham tertanggal 31 Maret 2021 terkait penolakan KLB Deli Serdang.
Mereka kata Herzaky, bertanya kenapa KLB Deli Serdang ditolak oleh pemerintah. Herzaky pun meyakini kalau gugatan ini sudah pasti akan ditolak oleh PTUN.
Sebab kata dia, sudah dijelaskan dalam AD/ART Partai Demokrat 2020, maupun AD/ART sebelumnya, AD ART 2015 dan 2013, bahwa syarat sahnya KLB harus dihadiri oleh minimal 2/3 DPD dan 1/2 DPC.
"Pada KLB Deli Serdang yang lalu, syarat ini tidak terpenuhi. Tidak ada satu pun Ketua DPD yang hadir," ujarnya.
Lantas dirinya menjelaskan terkait terpilihnya AHY menjadi Ketua Umum Partai Demokrat yang berdasarkan AD/ART 2015.
Di mana saat itu, AHY terpilih secara aklamasi dan dalam kongres tersebut dihadiri oleh semua Ketua DPD dan Ketua DPC.
"Jadi gugatan ini adalah akal-akalan KSP Moeldoko untuk mendapatkan jabatan Ketua Umum Partai Demokrat dengan memutarbalikan fakta hukum melalui PTUN, setelah sebelumnya melalui KLB gatot, alias gagal total," tuturnya.
Atas hal itu, kata Herzaky pihaknya mengingatkan kepada Moeldoko, untuk dapat menempuh upaya-upaya yang demokratis dan beradab jika ingin memperebutkan kekuasan.
Apabila memang memiliki ambisi untuk menjadi Presiden, kata dia, Moeldoko seyogyanya mendirikan partai sendiri.
Dia mencontohkan beberapa jenderal yang telah mendirikan Partai, yakni Jenderal Edi Sudrajat mendirikan PKPI, Jenderal SBY mendirikan Demokrat. Jenderal Wiranto mendirikan Hanura, dan Letjen Prabowo mendirikan Gerindra.
"Itulah sejatinya Jenderal, mendayagunakan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki untuk tegak berdiri di atas kaki sendiri. Untuk itu, kepada KSP Moeldoko, jika benar mengaku Jenderal, dirikanlah Partai sendiri. Jangan mengganggu Partai orang lain," ujarnya.
Terpisah, Advokat Yusril Ihza Mahendra menanggapi tudingan yang menyebutnya dibayar Rp 100 miliar oleh empat mantan anggota Partai Demokrat (PD) dalam permohonan Judicial Review (JR) AD/ART PD di Mahkamah Agung (MA).
Menurut Yusril apabila orang yang terlibat konflik internal partai kemudian membawanya ke ranah pengadilan perlu dihormati.
Ia mengatakan negara hukum dan demokratis di antaranya bermaksud mengalihkan perkelahian menjadi perkelahian intelektual di pengadilan.
Yusril kemudian menyinggung PD yang seharusnya menjunjung tinggi demokrasi.
Baca juga: Demokrat Kubu AHY Tepis Tudingan Telah Intimidasi Eks Ketua DPC Ngawi untuk Cabut Judicial Review
Untuk itu, menurutnya upaya JR yang diajukan kliennya ke MA seharusnya dihadapi secara substantif dan dibantah di pengadilan.
"Masa orangnya terus bilang Yusril Rp 100 miliar, terus begitu-begitu. Jadi tidak akademik, tidak intelektual sama sekali. Jadi kata Pak SBY saya prihatin, ya prihatin lah saya dengan cara menanggapi seperti itu. Jangankan Pak SBY, saya saja prihatin dengan cara-cara menanggapi seperti ini," kata Yusril.
Menurut Yusril, MA tidak akan peduli dengan isu-isu semacam itu dan akan memeriksa perkara terebut sesuai kewenangannya.
Ia mengatakan seorang advokat bekerja berdasarkan kode etik dan Undang-Undang advokat.
Hubungan antara advokat dengan klien tidak menyangkut dengan orang lain dan profesional.
Yusril mengatakan bayaran seorang advokat ditentukan sesuai dengan kesepakatan antara advokat tersebut dengan kliennya.
"Berapa dia dibayar? Itu tergantung kesepakatan, mau Rp 1 miliar, mau Rp 2 miliar, Rp 100 miliar, gratis, boleh saja. Semua itu halalan thoyiban. Halal dan thoyib. Kenapa mesti dipersoalkan? Rezeki orang kok dipersoalkan?" kata Yusril.
Terkait hal tersebut, sambil berkelakar Yusril mengatakan ada baiknya juga tudingan tersebut. Namun ia melanjutkan tidak perlu menanggapi tudingan tersebut lebih jauh mengingat apapun jawabannya orang lain tidak akan percaya.
"Bagus juga lah kalau saya dibilang Rp 100 miliar, artinya orang tidak sembarangan juga minta tolong sama saya bayarnya Rp 100 miliar. Kalau umpamanya yang begitu ditanggapi ya bikin repot. Saya pikir biarin saja lah, tidak usah ditanggapi," kata Yusril.
Yusril menjelaskan bahwa ia bukan pertama kalinya menangani konflik internal partai politik. Ia mengatakan pernah menjadi pengacara Aburizal Bakrie ketika berhadapan dengan Agung Laksono.
Selain itu, ia juga pernah menjadi pengacara Djan Faridz ketika berhadapan dengan Romahurmuziy.
"Bahkan saya sebagai Ketua Partai saya pernah digugat sama almarhum Hartono, Kadir Jaelani, dan lain-lain. Saya hadapi di pengadilan. Kalah semua mereka. Jadi saya tidak mau ribut. Buat apa ribut? Pengadilan kita hormati," kata Yusril.
Yusril menyarankan agar Partai Demokrat (PD) bersiap menghadapi argumen permohonan empat kliennya yang merupakan mantan anggota PD dalam Judicial Review (JR) terhadap AD/ART Partai Demokrat di Mahkamah Agung (MA).
Yusril mengatakan persoalan utama yang dipersoalkan dalam JR tersebut antara lain adalah proses pembentukan dan materi muatan pengaturan AD/ART partai dengan Undang-Undang yang lebih tinggi.
Baca juga: Yusril Lancarkan Serangan Baru ke Partai Demokrat: Siap-Siap Hadapi Argumen di Mahkamah Agung
Menurut saksi-saksi dari kliennya, kata Yusril, pada Kongres PD yang menetapkan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Ketua Umum PD, AD/ART PD tidak turut dibahas.
Mereka, kata Yusril, hanya bersidang selama satu hari dan kemudian sidang tersebut diskors.
Mereka, kata dia, kemudian hanya duduk-duduk, makan-makan, kemudian dipanggil lagi ke dalam ruangan untuk mendengar AD/ART PD dibacakan dan disahkan.
Yusril mengatakan ada saksi-saksi lain yang juga menyatakan di bawah sumpah bahwa mereka tidak diberi kesempatan bicara meski hadir pada kongres tersebut.
Artinya, kata dia, prosedur pembentukan AD/ART tidak dibahas dalam kongres tersebut. Selain itu, kata Yusril, materi pengaturan AD/ART juga tidak dibahas dan diputuskan begitu saja.
Dengan demikian, menurutnya para kliennya memiliki legal standing karena ada hak-hak mereka yang diberikan oleh Undang-Undang dirugikan dengan berlakunya AD/ART tersebut.
"Selain itu, mereka juga memiliki legal standing karena merupakan perorangan Warga Negara Indonesia," ujar Yusril. (Tribun Network/gta/riz/wly)