Pengamat Sebut Survei Calon Panglima TNI Aneh: Itu Hak Prerogatif Presiden, Bukan Ditentukan Publik
Ubedilah menilai adanya survei calon Panglima TNI menunjukkan ada logika yang aneh dalam hiruk-pikuk rencana pergantian Panglima TNI bulan depan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mempertanyakan adanya survey calon Panglima TNI oleh SETARA Institute yang menempatkan salah satu calon Panglima TNI sebagai calon terkuat.
“Kok bisa-bisanya ada survei calon Panglima TNI,” ujar Ubedilah, mempertanyakan kemunculan survei itu, ketika dikonfirmasi, Rabu (6/10/2021).
Ubedilah menilai adanya survei calon Panglima TNI menunjukkan ada logika yang aneh dalam hiruk-pikuk rencana pergantian Panglima TNI bulan depan.
Karena pergantian Panglima TNI bukan ditentukan oleh pilihan publik tetapi pilihan Presiden dan persetujuan DPR.
Oleh karena itu survei calon Panglima TNI dinilai sangat aneh.
"Maaf, survei calon Panglima TNI ini menurut saya aneh. Apalagi secara metodologis menggunakan metode pengumpulan sampel secara purposif atau purposive sampling. Responden survei juga disebut 100 ahli yang telah dipilih, tetapi tidak disebutkan siapa saja," paparnya.
Baca juga: Survei SETARA Institute: Andika Perkasa Unggul Dalam 4 Dimensi Kepemimpinan Kandidat Panglima TNI
Ubedilah menegaskan, pergantian Panglima TNI adalah hal biasa dan sudah rutin terjadi. Apalagi TNI juga memiliki mekanisme sirkulasi elit yang sudah mapan dan tinggal diikuti saja.
Mekanisme sirkulasi elit TNI berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 disebutkan bahwa Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari setiap matra angkatan.
"Karena itu, Panglima TNI biasanya dijabat secara bergilir oleh tiap perwira dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Kali ini sesungguhnya hak Kepala Staf Angkatan Laut," paparnya.
Ubedilah memaparkan walaupun tak ada yang mengetahui persis soal motif dari survei untuk pergantian Panglima TNI. Namun publik berhak bertanya soal survei calon panglima tersebut.
Apalagi SETARA Institute yang tiba-tiba melakukan survei untuk pergantian panglima TNI.
"Secara akademik saya mencermati survei SETARA Institute kali ini telah menurunkan kredibilitasnya sendiri. Menurut saya sebaiknya lembaga survei perlu membaca secara jeli mana isu yang layak untuk di survei dan tidak merusak kredibilitas lembaga riset," tegasnya.
Diketahui, SETARA Institute melakukan survei dan menempatkan salah satu calon Panglima TNI sebagai calon terkuat mengungguli calon lainnya.
Survei ini dilakukan menggunakan metode purposif atau purposive sampling. Responden survei ini merupakan 100 ahli yang telah dipilih dan ditetapkan dengan klasifikasi yang spesifik dan relevan dengan penelitian ini, yakni mereka ahli pada isu pertahanan dan keamanan (hankam), serta hak asasi manusia (HAM).
Dalam penelitian yang dilakukan 20 September 2021 - 1 Oktober 2021 terdapat lima indikator yang dinilai, yakni aspek integritas, akseptabilitas, kapabilitas, responsivitas dan kontinuitas.
Kelima indikator tersebut secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa integritas adalah sifat atau keadaan pada seseorang yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga orang tersebut memiliki kemampuan yang memancarkan kewibawaan serta kejujuran. Akseptabilitas adalah tingkat diterimanya seseorang di lingkungannya dan masyarakat.
Sementara kapabilitas adalah kemampuan, kecakapan, kepandaian dan kesanggupan seseorang, dalam hal ini dalam menerima suatu tanggung jawab.
Kemudian, responsifitas adalah kecepatan seseorang dalam merespon atau memberi tanggapan pada suatu kejadian.
Serta kontinuitas adalah tingkat kesinambungan dan keterlanjutan seseorang dalam melaksanakan sesuatu.
Baca juga: Kata Istana soal Tantangan Calon Panglima TNI ke Depan, Singgung Transformasi Pertahanan
Melalui definisi tersebut, Ubedilah mempertanyakan apakah survei tersebut dilaksanakan dengan benar dan valid.
Karena, kata dia, bila dinilai dari indikator pertama saja, calon terkuat dari survei ini sudah bisa terjungkal karena sempat alpa melaporkan kekayaannya beberapa kali.
"Lembaga survei hendaknya berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya. Jangan sampai menghancurkan kredibilitasnya demi melaksanakan survei yang memang semestinya tidak perlu dilaksanakan. Karena pemilihan Panglima TNI adalah hak preogratif Presiden dan bukan pemilu," tandasnya.