Aksi Anggota Polri Banting Mahasiswa Tuai Kecaman, Disebut Cerminkan Kebrutalan Polisi
Tindakan anggota Polri banting mahasiswa saat demo tuai kecaman sejumlah pihak, Fadli Zon hingga KontraS sebut cerminkan kebrutalan polisi
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Beredar rekaman aksi anggota Polri membanting mahasiswa yang sedang melakukan aksi unjuk rasa di Tangerang, Banten, Rabu (13/10/2021).
Dalam video yang beredar, si mahasiswa sempat terlihat kejang-kejang setelah terkapar karena dibanting aparat polisi itu.
Adapun mahasiswa yang menjadi korban berinisial MFA (20 tahun), sedangkan anggota Polri itu adalah Brigadir NP.
Terbaru, Brigadir NP telah meminta maaf kepada MFA atas perbuatannya tersebut pada Rabu (13/10/2021) malam.
Baca juga: Sindikat Pinjol Ilegal yang Ancam Keselamatan Warga Digerebek Polisi, Satu Ruko Berisi 13 Perusahaan
Anggota Polri itu mengaku siap menerima segala sanksi dari apa yang telah ia perbuat.
Meskipun sudah memaafkan, korban MFA tetap ingin proses hukum berjalan semestinya untuk menindak tegas NP.
"Menerima permohonan maaf tersebut, kalau lupa enggak."
"Saya harap polisi untuk melakukan penindakan yang tegas ke oknum polisi yang melakukan tindakan reflek tersebut," tegas MFA, dikutip dari Tribun Jakarta.
Aksi anggota Polri yang membanting mahasiswa itu lantas menuai kecaman dari banyak kalangan, seperti LSM hingga anggota DPR.
Baca juga: Aksi Banting Mahasiswa Terjadi di Depan Kantornya, Bupati Tangerang Minta Maaf
Sejumlah pihak menilai tindakan polisi ini mencerminkan aksi kebrutalan polisi.
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Fadli Zon melontarkan kritik atas insiden yang dilakukan aparat polisi itu.
Ia menyebut perbuatan tersebut tergolong bentuk kebrutalan polisi.
Fadli Zon heran mengapa hingga kini, masih ada yang menganggap pendemo sebagai musuh pemerintah.
Menurutnya, aksi unjuk rasa mahasiswa itu adalah hak warga negara menyampaikan pendapat yang dilindungi oleh hukum.
"Ini masuk kategori police brutality (kebrutalan polisi). Masih ada yang menganggap demontran itu musuh negara."
"Padahal ini hak warga negara untuk menyampaikan aspirasi n dilindungi konstitusi," tegas Fadli, dikutip dari akun Twitter-nya, @fadlizon, Rabu (13/10/2021).
Kecaman serupa juga datang dari LSM, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Wakil Koordinator Bidang Advokasi KontraS Arif Nur Fikri menyatakan upaya pembubaran terhadap massa aksi dengan tindakan anggota Polri tersebut merupakan cerminan brutalitas kepolisian.
"Aksi kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian tersebut tentu mencerminkan brutalitas kepolisian dan bentuk penggunaan kekuatan secara berlebihan dalam penanganan aksi masa," ucap Arif, Kamis (14/10/2021) melansir Tribunnews.com.
Arif membenarkan penggunaan kekuatan oleh pihak kepolisian memang diperbolehkan.
Namun, hal tersebut harus mengacu pada Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Di dalam Perkap tersebut penggunaan kekuatan oleh polisi harus sesuai dengan prinsip-prinsip necesitas (kebutuhan), legalitas, dan proporsionalitas, serta masuk akal (reasonable).
Baca juga: Ombudsman Banten Berharap Kejadian Anggota Polri Banting Mahasiswa Tak Terulang Lagi
Melihat insiden yang menimpa mahasiswa itu, Arif mengatakan pihaknya menilai tindakan anggota polisi itu tentu tidak berdasar asas necesitas.
"Dimana dalam video tersebut, terlihat jelas bahwa mahasiswa yang ditangkap sudah dalam kondisi tak berdaya, sehingga tidak perlu dilakukan tindakan kekerasan sebagaimana yang ditampilkan dalam video tersebut," ungkapnya.
Selain itu kata dia, tindakan tersebut juga tidak proporsional dilakukan oleh petugas kepolisian, sebab penggunaan kekuatan tidak seimbang dengan ancaman yang dihadapi oleh anggota kepolisian tersebut.
Bahkan akibat dari tindakan tersebut, kata dia menimbulkan kerugian atau penderitaan bagi korban yang mengalami kejang-kejang dan sempat tidak sadarkan diri.
Tak hanya itu kata dia, bentuk pembubaran massa aksi yang dilakukan oleh anggota kepolisian tersebut juga tidak masuk akal (reasonable).
Sebab, perbuatan kepolisian tidak memikirkan situasi dan kondisi ancaman atau perlawanan pelaku. Terlebih kata dia perbuatan tersebut ditujukan kepada seorang massa aksi yang sedang menyampaikan pendapat.
"Demonstrasi merupakan tindakan sah dan konstitusional sebagaimana dijamin oleh instrumen hukum dan HAM nasional maupun Internasional," tegasnya.
Bahkan menurutnya, Polisi seharusnya dapat melindungi hak asasi manusia (HAM) dan melakukan pengamanan sebagaimana diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Baca juga: Komisi III DPR Minta Oknum Polisi yang Banting Mahasiswa di Tangerang Diberi Hukuman Tegas
Arif menuturkan pihaknya menilai brutalitas aparat yang ditujukan terhadap massa aksi tidak terlepas dari kultur kekerasan yang berada di tubuh kepolisian.
Apalagi tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian dalam mengamankan aksi tidak pernah diusut secara tuntas dan berkeadilan.
Dikatakannya, tindakan anggota Polri tersebut juga berlawanan dengan visi Polri yang humanis.
"Hal tersebut akhirnya membuat tindakan serupa dinormalisasi sehingga terus terjadi keberulangan dan bertolak belakang dengan prinsip-prinsip penggunaan kekuatan yang humanis," ucapnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Rizki Sandi)(Tribun Jakarta)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.