Banyak yang Menduga ada Invisible Power di Belakangnya, Yusril Justru Beberkan ini
Yusril mengatakan bisa saja memang ada kepentingan politik dan sosok yang mendorong kliennya untuk meminta bantuan dirinya.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan advokat Yusril Ihza Mahendra mendampingi empat eks kader Partai Demokrat mengajukan judicial review terkait AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 ke Mahkamah Agung disorot banyak pihak.
Salah satunya adalah Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menduga ada invisible power yang berada di belakang Yusril dalam melakukan uji materi.
Terkait hal itu, Yusril mengatakan bisa saja memang ada kepentingan politik dan sosok yang mendorong kliennya untuk meminta bantuan dirinya.
"Dibalik semua itu ada orang-orang yang sebenarnya punya kepentingan politik dengan hal ini, dan mereka barangkali mendorong empat orang ini supaya mengajukan JR ke MA dan meminta bantuan kepada saya itu mungkin saja," ujar Yusril, saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribunnetwork Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribunnetwork Rachmat Hidayat, Rabu (13/10).
Yusril menegaskan dirinya memahami bahwa implikasi putusan Mahkamah Agung sekiranya dikabulkan tidak akan hanya yuridis melainkan juga ke politik.
Menurutnya hal itu sama ketika di zaman SBY menjabat presiden, dirinya menguji UU Kejaksaan.
Banyak orang yang mempertanyakan aksinya karena saat itu dirinya juga ditetapkan sebagai tersangka.
"Ketika saya menguji UU Kejaksaan, orang ketawa dan bilang ada-ada aja, lain yang gatal lain yang digaruk. Dinyatakan tersangka kok Jaksa Agung yang dia persoalkan. Saya bilang bentar dulu, anda tidak tahu arah saya akan kemana. Kalau bapak belajar filsafat nanti bisa melihat yang orang awam tak bisa lihat, menganalisis sesuatu," ungkapnya.
Baca juga: Yusril Ihza Mahendra: Yang Hitler Itu Saya atau Pak SBY?
Kala itu, Yusril menceritakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan Jaksa Agung tidak sah.
Dia mengingat dengan sangat jelas dan memperagakan gestur Ketua MK saat itu yakni Mahfud MD.
Diceritakan Yusril, Mahfud melihat jamnya yang menunjuk angka 14.35 WIB, dan menyampaikan bahwa mulai detik tersebut Indonesia tak lagi memiliki Jaksa Agung.
"Ketika itu Denny Indrayana kemudian lapor ke SBY, masih dibela, saya sempat komunikasi dengan pak SBY. 'Pak terserah bapak, tapi ini masih akan ada lanjutannya, jadi terserah bapak berhentikan atau tidak, tapi MK telah mengambil keputusan Jaksa Agung itu tidak sah'," cerita Yusril.
Selain itu, dia mengingatkan bahwa tatkala itu pimpinan KPK Antasari Azhar juga tengah menjadi sorotan dan diadili bersamaan dengan dirinya mempersoalkan Jaksa Agung tidak sah.
Menurutnya, apabila Jaksa Agung dianggap tidak sah, maka seharusnya seluruh tindakannya ke bawah menjadi ilegal semua dan itu berakibat Antasari harus dibebaskan.
"Orang bilang di belakang Yusril ini ada agenda besar. Tapi pak Mahfud MD buru-buru mengingatkan putusan MK itu berlaku perspektif tidak berlaku retroaktif. Jadi (putusan) Hendarman sampai detik ini sah. Tapi mulai detik ini tidak sah lagi, maka Antasari tidak keluar. Nah banyak yang menduga dibalik saya ada Antasari waktu itu, sama seperti sekarang banyak yang menduga dibalik saya ada Jhoni Allen dan lainnya," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.