Profil Jenderal Hoegeng Imam Santoso, Kapolri di Era Soeharto yang Berani Lawan Suap dan Korupsi
Berikut ini profil Jenderal Hoegeng Imam Santoso, mantan Kapolri yang jujur dan pemberani yang menjabat pada 1968-1971 di era Presiden Soeharto.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
Kemudian, melanjutkan kae MULO pada 1934.
Hoegeng menempuh pendidikan sekolah menengah di AMS Westers Klasiek pada 1937.
Setelah itu, ia menjadi mahasiswa ilmu hukum di Rechts Hoge School Batavia tahun 1940.
Kemudian pada masa pendudukan Jepang, Hoegeng mengikuti latihan kemiliteran Nippon (1942) dan Koto Keisatsu Ka I-Kai (1943).
Baca juga: Jenderal Polisi Hoegeng Berpandangan Jabatan Seperti Pedang Bermata Dua, Apa Maksudnya?
Perjalanan Karier
Jenderal Hoegeng menjabat sebagai Wakil Kepala Polisi Seksi II Jomblang Semarang pada 1944, Kepala Polisi Jomblang pada 1945, dan Komandan Polisi Tentara Laut Jawa Tengah (1945-1946).
Menurut data Arsip Nasional RI (Anri), setelah masa jabatannya habis, ia mengikuti pendidikan Polisi Akademi dan bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara.
Selama menjabat sebagai Kapolri pada periode 9 Mei 1968 – 2 Oktober 1971, ada banyak perubahan yang terjadi di Indonesia.
Hoegeng mengubah beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri agar menjadi lebih dinamis dan komunikatif.
Ia juga mengubah nama pimpinan polisi dan markas besar polisi berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969.
Perubahan tersebut adalah penggantian sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri).
Maka, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian.
Selain itu, Hoegeng berhasil membawa Polri menjadi bagian organisasi Polisi Internasional, ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.
Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, AS pada 1950.