Perbedaan Pinjaman Online Legal dan Ilegal: Dari Transparansi Bunga hingga Lokasi Kantor
Berikut perbedaan pinjaman online ilegal dan pinjaman online legal. Maraknya pinjaman online membuat masyarakat harus selektif.
Penulis: Katarina Retri Yudita
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Berikut penjelasan mengenai perbedaan pinjaman online ilegal dan pinjaman online legal.
Kemajuan teknologi saat ini justru sering dimanfaatkan oleh sekelompok oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan.
Belum lama terjadi, kasus pinjaman online atau pinjol yang tengah beredar berhasil digerebek oleh aparat setempat.
Melansir Tribunnews.com, aparat Polres Metro Jakarta Pusat menggerebek kantor aplikasi Fintech penyedia Pinjaman Online, Rabu (13/10/2021).
Baca juga: Langkah Aman Melakukan Pinjaman Online, Berikut Penjelasan Selengkapnya
Meskipun terdapat pinjaman online ilegal, ada pula pinjaman online yang legal.
Pinjaman online legal atau fintech legal terdaftar/berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang aman bagi masyarakat.
Berikut perbedaan pinjaman online atau fintech ilegal dan fintech legal, dikutip dari ojk.go.id:
1. Regulator atau pengawas
Fintech ilegal: Tidak ada regulator khusus yang bertugas mengawasi kegiatan Penyelenggara Fintech Lending ilegal.
Fintech legal: Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin di OJK berada dalam pengawasan OJK sehingga sangat memperhatikan aspek pelindungan konsumen .
2. Bunga dan denda
Fintech ilegal: Penyelenggara Fintech Lending ilegal mengenakan biaya dan denda yang sangat besar serta tidak transparan.
Fintech legal: Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK diwajibkan memberikan keterbukaan informasi mengenai bunga dan denda maksimal yang dapat dikenakan kepada pengguna.
Asosiasi Legal Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengatur biaya pinjaman maksimal 0,8 persen per hari dan total seluruh biaya termasuk denda adalah 100 persen dari nilai pokok Pinjaman.
3. Kepatuhan peraturan
Fintech ilegal: Penyelenggara Fintech Lending ilegal melakukan kegiatan tanpa tunduk pada peraturan, baik Peraturan Otoritas Jasa Keungan (POJK) maupun peraturan perundang-undangan lain yang berlaku .
Fintech legal: Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK wajib untuk tunduk pada peraturan, baik POJK, maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pengurus
Fintech ilegal: Tidak ada standar pengalaman apapun yang harus dipenuhi oleh Penyelenggara Fintech Lending Ilegal.
Fintech legal: Direksi dan Komisaris Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK jelas orang-orangnya dan harus memiliki pengalaman minimal 1 tahun di Industri Jasa Keuangan, pada level manajerial .
5. Cara penagihan
Fintech ilegal: Penyelenggara Fintech Lending ilegal melakukan penagihan dengan cara-cara yang kasar, cenderung mengancam, tidak manusiawi, dan bertentangan dengan hukum.
Fintech legal: Tenaga penagih pada Fintech Lendiing yang terdaftar/berizin dari OJK wajib mengikuti sertifikasi tenaga penagih yang dilakukan oleh AFPI.
6. Asosiasi
Fintech ilegal: Penyelenggara Fintech Lending ilegal tidak memiliki asosiasi ataupun tidak dapat menjadi anggota AFPI.
Fintech legal: Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin di OJK wajib menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yaitu AFPI.
7. Lokasi kantor atau domisili
Fintech ilegal: Lokasi kantor Fintech Lending ilegal tidak jelas/ditutupi dan bisa jadi berada di luar negeri untuk menghindari aparat hukum.
Fintech legal: lokasi kantor Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK jelas, disurvei oleh OJK, dan dapat dengan mudah ditemui di Google.
8. Status
Fintech ilegal: Penyelenggara Fintech Lending ilegal tentunya berstatus ilegal, dan menjadi target dari Satgas Waspada Investasi (SWI) bersama Kominfo, Google Indonesia, dan Direktorat Cybercrime Polri .
Fintech legal: Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK berstatus legal sesuai dengan POJK 77/POJK.01/2016.
9. Syarat pinjam meminjam
Fintech ilegal: Pinjaman pada Penyelenggara Fintech Lending ilegal cenderung sangat mudah, tanpa menanyakan keperluan pinjaman.
Fintech legal: Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK perlu mengetahui tujuan pinjaman serta membutuhkan dokumendokumen untuk melakukan credit scoring.
10. Pengaduan konsumen
Fintech ilegal: Fintech Lending ilegal tidak menanggapi pengaduan pengguna dengan baik.
Fintech legal: Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK menyediakan sarana pengaduan Pengguna dan wajib menindaklanjuti pengaduan serta melaporkan tindaklanjutnya kepada OJK.
Selain itu, pengguna juga dapat menyampaikan pengaduan melalui AFPI dan OJK.
Kemudian dalam hal terjadi sengketa, pengguna juga dapat difasilitasi oleh OJK maupun Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa .
11. Kompetensi pengelola
Fintech ilegal: Penyelenggara Fintech Lending ilegal tidak mewajibkan pelatihan/sertifikasi apapun.
Fintech legal: Direksi, Komisaris, dan Pemegang Saham pada Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK wajib mengikuti sertififikasi yang diadakan oleh AFPI untuk menyamakan pemahaman dalam mengelola bisnis Fintech Lending.
12. Akses data pribadi
Fintech ilegal: Aplikasi Fintech Lending ilegal akan meminta akses secara pribadi yang ada di dalam handphone pengguna yang kemudian disalahgunakan untuk melakukan penagihan.
Fintech legal: Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK hanya diizinkan mengakses Camera, Microphone, dan Location (CEMILAN) pada handphone pengguna.
13. Risiko bagi Lender
Fintech ilegal: Lender pada Penyelenggara Fintech Lending ilegal memiliki risiko yang sangat tinggi, terutama risiko penyalahgunaan dana, pengembalian pinjaman yang tidak sesuai, dan/atau berpotensi praktik shadow banking dan ponzi scheme.
Fintech legal: Pada Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK, lalu lintas dana dilakukan melalui sistem perbankan dan segala manfaat ekonomi maupun biaya yang dikenakan kepada Lender dinyatakan secara jelas dalam perjanjian.
14. Keamanan nasional
Fintech ilegal: Penyelenggara Fintech Lending ilegal tidak patuh pada aturan menempatkan data pengguna di Indonesia dan tidak memiliki Pusat Pemulihan Bencana pada saat terjadi gangguan terhadap sistem elektronik.
Fintech legal: Penyelenggara Fintech Lending yang terdaftar/berizin OJK wajib menempatkan Pusat Data dan Pusat Pemulihan Bencana di wilayah Republik Indonesia.
Kronologi Penggerebekan Pinjol
Sementara itu kejadian penggerebekan terjadi tepatnya di Kawasan Ruko Sedayu Square, Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu (13/10/2021).
Dalam penggerebekan itu, sebanyak 56 karyawan diamankan saat aktivitas perkantoran tengah berlangsung.
Selang sehari berikutnya, penggerebekan juga dilakukan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya di Ruko Crown Green Lake City, Cipondoh, Kota Tangerang, Kamis (14/10/2021).
Ruko empat lantai di kawasan pemukiman elite ini rupanya menjadi kantor bagi perusahaan penagihan utang yang berafiliasi pada 13 aplikasi pinjol yang 10 di antaranya ilegal.
Dalam penggerebekan itu, ada 32 orang diamankan yang terdiri dari karyawan, telemarketing, debt collector hingga manajer perusahaan.
Perusahaan itu diketahui bernama PT Indo Tekno Nusantara yang sejak 2018 lalu bergerak di bidang penagihan utang untuk aplikasi pinjol.
Dalam praktik menagih, perusahaan itu tak segan-segan mengintimidasi korban hingga mengirimkan gambar-gambar vulgar agar peminjam dibuat stres.
Praktik teror dalam penagihan itu terancam dijerat pasal berlapis mulai dari perlindungan konsumen, UU ITE hingga pornografi.
Tak hanya di Jakarta, polisi juga menggerebek kantor pinjol di kawasan Catur, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada Kamis (14/10/2021).
Sebanyak 86 orang diamankan dalam operasi yang dipimpin tim siber Ditreskrimsus Polda Jabar bersama jajaran Polda DIY ini.
"Penggerebekan kantor pinjol ini atas atensi pemerintah yang memerintahkan kepada jajaran kepolisian dan diperintahkan oleh Bapak Kapolri. Ini tindak lanjut kepolisian dalam menindak para pelaku pinjaman online yang sangat meresahkan masyarakat," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Arief Rahman di lokasi.
Penggerebekan kali ini, menurut Arief, diawali dari laporan seorang korban berinisial TM ke Polda Jabar.
Atas laporan dari seorang peminjam yang kerap teror oleh penagih utang hingga menyebabkan dirinya dirawat di rumah sakit.
"Yang bersangkutan dirawat di rumah sakit karena merasa depresi dengan tindakan-tindakan penekanan yang tidak manusiawi dari pinjaman online tersebut," imbuh Arief.
Berangkat dari laporan TM, polisi bergerak cepat dan berhasil melacak lokasi kantor perusahaan pinjol yang jasanya dipakai korban, yakni di Jalan Prof Herman Yohanes, Samirono, Caturnunggal, Kecamatan Depok, Sleman, DIY.
Dibantu jajaran Polda DIY, tim dari Polda Jabar menuju lokasi dan melakukan penggerebekan, Kamis malam.
Hasilnya, polisi mengamankan 83 orang debt collector ditambah beberapa orang dari manajemen perusahaan pinjol.
"Di TKP ini kami amankan 83 orang operator dalam tanda petik debt collector, dua HRD, dan satu manajer," jelas Arief.
Polisi juga mengamankan beberapa barang bukti di kantor tersebut.
Sebanyak 105 unit PC, 105 unit ponsel, dan beberapa barang bukti terkait lainnya disita sebagai barang bukti.
"Barang bukti 105 PC komputer dan 105 ponsel kami amankan. Diketahui juga debt collector ini berdasarkan mix and match, antara digital evidence yang kami dapat dari korban dengan apa yang ada di sini, dan itu fix. Jadi, digital evidence-nya sangat relevan," terang Arief.
Perusahaan penagih itu memakai 23 aplikasi untuk layanan pinjaman online dan semuanya tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hanya ada satu aplikasi legal bernama One Hope dari PT Teknologi Indonesia Sentosa.
"Satu aplikasi terdaftar itu hanya untuk mengelabui saja, seolah-olah ini adalah (layanan) legal," kata Arief.
Dengan pinjaman cepat dan mudah yang dijanjikan, oknum terkait menjebak masyarakat untuk mengakses aplikasi pinjol ilegal tersebut.
Hal ini sama dengan mengizinkan aplikasi mengetahui isi ponsel peminjam.
(Tribunnews.com/Katarina Retri/Fandi Permana)