Novel Baswedan: Tudingan Taliban Itu Framing dan Fitnah
Mulanya istri Novel, Rina Emilda menanyakan foto bendera tauhid yang konon ada di meja kerja Novel dan meminta suaminya itu menjelaskan keterlibatan
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menegaskan tudingan terhadap dirinya termasuk kelompok Taliban merupakan framing dan fitnah.
Hal ini disampaikan oleh Novel lewat Youtube Channel miliknya, ‘Novel Baswedan’ yang diunggah pada Jumat (15/10/2021).
Mulanya istri Novel, Rina Emilda menanyakan foto bendera tauhid yang konon ada di meja kerja Novel dan meminta suaminya itu menjelaskan keterlibatan dirinya dengan Taliban.
Disitu, Rina Emilda memanggil Novel dengan sebutan ‘Abi’.
“Begini, kalau bicara soal Taliban, itu kan framing. Itukan orang yang sengaja membuat fitnah dan orang yang punya kepentingan,” kata Novel.
“Nyatanya, bicara Taliban ada 2 omongannya mereka. Koruptor itu mengatakan Abi dan dan kawan-kawan Taliban, karena kami adalah orang-orang yang punya integritas, dedikasi untuk kerja bener, jujur, nggak bisa dipengaruhi, dan nggak bisa dibeli,” lanjut Novel.
Baca juga: Novel Baswedan Curhat Tanggapi Perundungan Dirinya di Media Sosial
Novel mengatakan ada orang-orang tertentu yang sengaja membuat framing dan membuat persepsi di masyarakat dengan mengatakan Taliban adalah orang-orang yang terpapar radikalisme Islam.
Padahal tidak semua 58 orang yang dipecat dari KPK beragama muslim.
“Ada contohnya bang Hotman, Tigor, sampai dia bilang tidak mau menjual integritasnya, tapi menjual nasi goreng. Padahal Pendidikan dia luar biasa. Pernah sekolah di Amerika dan mendapat penghargaan disana,” katanya.
“Ada lagi Iswin. Iswin Chinese,” ujarnya.
Novel mengatakan, setiap orang mempunyai motif dan kepentingan yang berbeda-beda.
Tidak ada orang yang tau apa motif orang yang menudingnya Taliban.
Namun yang terpenting baginya adalah tetap berbuat kebenaran dan memperjuangkan kebaikan, termasuk memberantas korupsi.
“Itu sudah cukup, nggak peduli mau diomongin apa,” ujarnya.
“Jika kita dengarkan omongan-omongan (yang membully) dan terpengaruh, justru kita akan Lelah karena capek. Akhirnya kesempatan yang ada, yang bisa dipakai berbuat baik jadi hilang,” kata Novel.
“Hidup kita ini terlalu mahal kalau harus dipakai hal-hal yang receh dan tidak berguna, lebih baik waktu yang ada dipakai untuk berbuat kebaikan. Waktu itu mahal, kesempatan itu mahal. Tapi memperhatikan orang lain ngomong ngawur dan fitnah itu gak penting sama sekali dan itu masalah dia, bukan masalah kita,” ujarnya.