Gugatan AD/ART Demokrat Disebut Terobosan Hukum, Hamdan Zoelva: Masalahnya Ditembak ke Satu Partai
Kuasa hukum Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Hamdan Zoelva tak setuju dengan pendapat itu.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Advokat Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa langkah dirinya ajukan gugatan AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) merupakan terobosan hukum di Indonesia.
Kuasa hukum Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) Hamdan Zoelva tak setuju dengan pendapat itu.
Sebab dia menduga ada unsur politis karena hanya Partai Demokrat yang menjadi target.
"Saya masalah itu caranya, kalau ditembak ke seluruh partai politik itu oke-oke saja. Tapi kalau ditembak ke satu partai itu namanya politik," kata Hamdan saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Selasa (19/10/2021).
Selain itu, Hamdan tak setuju anggapan bahwa terobosan hukum itu bertujuan agar memandang persoalan hukum tak jumud atau hanya sekadar tekstual.
Baca juga: Hamdan Zoelva: Saya Siap Hadapi Siapapun karena Partai Demokrat dalam Posisi yang Benar
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menilai, dalam perkara gugatan AD/ART Demokrat itu harus melihat peraturan perundang-undangan yang menaunginya.
Sebab AD/ART Demokrat itu telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM dan sah secara hukum.
Atas dasar itu, jika dianggap jumud maka Hamdan mengajak untuk merubah paradigma negara memandang partai politik.
"Oleh karena itu untuk tidak jumud saya katakan ayok kita berpikir tentang undang-undang partai politik, jadi bukan di situ caranya," ujarnya.
Lebih lanjut, Hamdan menjelaskan dalam tataran filosofis negara membebaskan rakyat membuat partai politik termasuk menyusun AD/ART partai.
Negara juga seminimal mungkin mencampuri aturan internal partai politik, kecuali dalam hal fundamental.
Misalnya, dalam UU Partai Politik tak mengatur aturan pembatasan masa jabatan ketua umum parpol.
"Kini aturan internal partai politik adalah otonomi rakyat, kecualii kita ganti prinsip, itu beda," ujarnya.
"Karena itu kalau mengganti prinsip itu maka dibuatlah sedemikian rupa mislanya di undang-undang, seorang ketua tidak boleh lebih dari dua kali, cara kongres harus begini begini dibuat secara lengkap," lanjutnya.
Atas dasar itu, Hamdan mengatakan Yusril menggunakan pendekatan filosofis untuk menjadikan perkara konflik menggugat AD/ART Demokrat.
Sebab, Yusril menggunakan Undang-Undang (UU) era SBY, yaitu UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik serta UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat.
"Ini kan berkaitan dengan hukum adiministrasi, hukum administrasi itu tidak boleh bebas, itu kam administrasi saja kecuali Mahkamah Konstitusi masih memberikan mungkin peluang lebih besar," ucapnya.
"Mereka kan mengajak untuk aliran progresif nah ini lebih kepada tataran filosofis itu di Mahkamah Kontistusi. Malau hukum administrasi di Mahkamah Agung walaupun ada filosofisnya tetapi lebih kepada tataran hukum administrasi," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.