Bandingkan Kekuatan 6 AU Negara Maju, KSAU: Kita Harus Optimis Tentukan Konsep yang Paling Relevan
(KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo melakukan studi komparasi terhadap enam Angkatan Udara (AU) negara maju.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo melakukan studi komparasi terhadap enam Angkatan Udara (AU) negara maju.
Fadjar mengatakan studi komparasi tersebut dilakukan karena konsep air power dari enam negara maju tersebut merupakan referensi berharga dalam merumuskan kekuatan udara (air power) bagi TNI AU.
Studi tersebut termuat dalam buku tentang transformasi air power TNI AU berjudul Plan Bob Cat yang diluncurkannya secara daring dan luring pada hari ini Senin (25/10/2021).
"Ada enam angkatan udara maju yang dijadikan pembanding sekaligus referensi yakni Amerika Serikat (AS), Inggris, Australia, India, Rusia, dan Tiongkok," kata Fadjar dalam sambutannya saat peluncuran buku Plan Bobcat pada Senin (25/10/2021).
Dalam kesempatan tersebut, ia mengulas dua di antaranya yaitu AS dan Inggris.
Air power AS sebagaimana tertuang dalam National Defence Strategy tahun 2018, kata dia, difokuskan untuk menghadapi Great Power Competition dengan Tiongkok dan Rusia.
Fokus pengembangan operasinya, kata dia, dalah dengan mengintegrasikan secara utuh seluruh kemampuan militer gabungan dari seluruh domain tempur.
Baca juga: KSAU: Transformasi yang Diusung Plan Bobcat Fokus Pada Organisasi, Teknologi, dan Kesiapan Operasi
Selain itu, kata dia, Angkatan Udara AS (USAF) juga telah mengajukan proposal The Air Force We Need untuk dapat mengoperasikan hampir 400 skadron udara.
"Dengan mengedepankan Scenario Based Planning, USAF akan membangun postur kekuatan dan mengintegerasikan platform lama dengan platform baru yang lebih modern dan sophisticated (canggih) menjadi satu kesatuan tempur yang saling melengkapi," kata dia.
Sedangkan Inggris, kata dia, juga mempersepsikan ancaman dari Rusia dan Tiongkok.
Ia mengatakan konsep operasi kekuatan udara Inggris mengarah pada effect based operation.
Royal Air Force, kata dia, juga menyiapkan Fully Crossed Domain Integration tidak hanya secara internal namun juga dengan aliansinya.
Orientasi pembangunan postur Angkatan Udara Inggris, kata dia, didukung dengan kemandirian industri pertahanan yang sangat baik dan dengan proyek besar dalam platform Tempest dan Lanca.
"Membandingkan enam angkatan udara maju tersebut kita akan menemukan kesamaan dalam empat peran inti air power dan upaya integrasi platform accross domain secara masif dan berkelanjutan. Upaya ini pula yang sebenarnya sedang dan akan kita usung di TNI AU," kata dia.
Baca juga: Marsekal Fadjar Prasetyo Luncurkan Buku Konsep Transformasi Air Power TNI AU Berjudul Plan Bobcat
Namun demikian, kata Fadjar, konsep air power enam negara maju tersebut merupakan bentuk best practice air power di dunia yang belum tentu ideal jika diterapkan di Indonesia.
Dari sisi anggaran pertahanan misalnya, kata dia, rata-rata negara maju berada di atas USD 30 miliar per tahun.
Bahkan, lanjut dia, AS berada di kisaran USD 700 miliar per tahun.
"Sedangkan Indonesia saat ini masih di kisaran USD 8 sampai 9 miliar per tahun," kata Fadjar.
Selain itu, kata dia, situasi geopolitiknya pun berbeda dan tingkat kekuatan air power mereka saat ini sudah jauh lebih maju dari TNI AU.
Menurutnya, perlu usaha yang sangat besar untuk mengejar ketertinggalan tersebut apalagi dengan anggaran yang sangat terbatas dan industri pertahanan yang cukup tertinggal.
"Namun kita harus optimis dengan menentukan best fit bagi kita sendiri, sebuah konsep air power yang relevan dengan kondisi yang dihadapi oleh negara," kata Fadjar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.