Jaksa Agung Wacanakan Hukuman Mati Bagi Koruptor, ICW Singgung Jaksa Pinangki
Itu perlu dilakukan juga untuk menekan angka korupsi di Indonesia yang menurutnya penanganan terhadap kasus tersebut masih buruk.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
"Misalnya, (kasus) Pinangki Sirna Malasari. Saat itu, Kejaksaan Agung menuntut Pinangki dengan hukuman yang sangat rendah. Dari sana saja, masyarakat dapat mengukur bahwa Jaksa Agung saat ini tidak memiliki komitmen untuk memberantas korupsi," kata Kurnia.
Lebih jauh kata dia, ICW juga menyoroti soal pemberian 'diskon' tahanan kepada beberapa koruptor.
Di mana berdasarkan catatan internalnya, hukuman untuk koruptor di Indonesia masih berada pada titik terendah.
"Belum lagi jika berbicara tentang lembaga kekuasaan kehakiman. Fenomena diskon untuk hukuman bagi para koruptor masih sering terjadi," katanya.
"Dalam catatan ICW, hukuman penjara saja masih berada pada titik terendah, yakni rata-rata 3 tahun 1 bulan untuk tahun 2020," sambung Kurnia.
Selanjutnya kata dia, pemulihan kerugian keuangan negara juga masih menjadi problematika klasik yang juga belum kunjung selesai hingga saat ini.
"Bayangkan, kerugian keuangan negara selama tahun 2020 mencapai Rp 56 triliun, akan tetapi uang penggantinya hanya Rp 19 triliun," ucap dia.
Tak hanya itu, sebelumnya, Kurnia juga mengatakan, pihaknya beranggapan kalau rencana seperti yang sedang dikaji Jaksa Agung tersebut dinilai hanya merupakan jargon politik.
Itu kata dia hanya untuk memperlihatkan kepada masyarakat atas keberpihakan sejumlah pihak terhadap pemberantasan korupsi.
"ICW beranggapan, hukuman mati bagi pelaku korupsi sering kali dijadikan jargon politik bagi sejumlah pihak, entah itu Presiden atau pun pimpinan lembaga penegak hukum (misalnya, Ketua KPK atau Jaksa Agung), untuk memperlihatkan kepada masyarakat keberpihakannya terhadap pemberantasan korupsi," kata Kurnia saat dimintai tanggapannya, Jumat (29/10/2021).
Hal itu dikatakan karena kata Kurnia, dalam kondisi sebenarnya, penegakan hukum yang ada saat ini masih buruk.
Sehingga menurutnya, apa yang direncanakan dan selalu dikaji untuk menjatuhkan tuntutan hukuman mati kepada koruptor itu tidak sesuai dengan realita.
"Padahal, kalau kita berkaca pada kualitas penegakan hukum yang mereka lakukan, hasilnya masih buruk. Jadi, apa yang diutarakan tidak sinkron dengan realita yang terjadi," katanya.
Oleh karenanya, ICW kata Kurnia, yang seharusnya dilakukan oleh para penegak hukum termasuk Kejaksaan Agung yakni memperbaiki kualitasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.