Ketua Komisi II DPR RI Usul Presidential Threshold Capres Jadi 10-15 Persen
Ahmad Doli Kurnia menyampaikan agar presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden dapat turun menjadi 10-15 persen.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyampaikan agar presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden dapat turun menjadi 10-15 persen.
Menurut Doli, hal tersebut untuk meningkatkan jumlah pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada gelaran Pilpres.
Doli pun menyebut ambang batas yang saat ini diusulkan adalah 20-25 persen.
Hal itu disampaikan Doli saat diskusi publik Minimbang Sistem Pemilu 2024: Catatan dan Usulan yang disiarkan kanal YouTube CSIS Indonesia, Senin (1/11/2021).
“Kami waktu itu mengusulkan ada perubahan (PT, red) mungkin 10-15 persen saja gitu ya, tidak seperti yang sekarang 20-25 persen,” kata Doli.
Doli pun mengatakan, secara teoritis, penurunan ambang batas pencalonan presiden menjadi 10-15 persen dapat memunculkan sekitar tujuh atau delapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Namun, dalam implementasi, jumlah pasangan yang mungkin muncul di luar dari perkiraan sebagaimana yang terjadi pada penetapan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20-25 persen.
Baca juga: Ketua Komisi II DPR: Terus Terang, Pemilu 2024 Sangat Berat
“Secara teoritis, sekitar 20-25 persen harusnya bisa memunculkan empat atau lima pasangan yang faktanya selama ini tidak terjadi,” ungkapnya.
Meski begitu, Doli mengatakan bahwa calon presiden dan calon wakil presiden yang terdiri dari koalisi partai-partai politik tetap akan dilakukan seleksi secara ketat.
“Memang harus ada proses seleksi yang ketat kepada calon-calon presiden, tetapi kita tidak boleh membatasinya menjadi terlalu sempit,” kata Doli.
Politisi Partai Golkar ini pun mengusulkan, bahwa Pemilu 2024 ini perlu diurai.
Doli pun mengusulkan memang harus ada pemisahan antara Pileg dan Pilpres. Sehingga, hasil Pileg di tahun itu, dipergunakan untuk pencalonan presiden.
"Tidak seperti yang sekarang. Yang sekarang ini nanti hasil Pemilu 2019 digunakan untuk pencalonan presiden. Jadi bisa dikatakan sudah expired (kadaluarsa) aspirasi masyarakat untuk dikaitkan dengan pencalonan presiden," ungkap Doli.