MAKI Minta Jaksa Agung Buktikan Wacana Hukuman Mati untuk Terdakwa Kasus Asabri
Boyamin mengaku dirinya mendukung rencana Jaksa Agung tersebut untuk membuat jera para perampok uang rakyat.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Burhanuddin akan menerapkan hukuman mati untuk kasus mega korupsi.
Hukuman mati itu akan diterapkan kepada para koruptor yang telah menimbulkan kerugian keuangan negara yang besar, seperti perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asabri.
Dalam keterangannya kepada Kompas.com, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, mengatakan Jaksa Agung sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara.
"Tentu penerapannya harus tetap memperhatikan hukum positif yang berlaku serta nilai-nilai hak asasi manusia (HAM)," kata dia.
Menanggapi wacana ini, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta penerapan itu dilakukan pada kasus Asabri yang menimbulkan kerugian besar pada masyarakat.
Baca juga: MAKI Minta KPK Konfrontasi Keterangan 3 Saksi terkait Bekingan Azis Syamsuddin
"Jangan hanya lips service. Harus segera terapkan pada proses tuntutan berikutnya. Paling dekat kasus Asabri yang saat ini sedang sidang dan sebentar lagi akan agenda tuntutan," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
Boyamin mengaku dirinya mendukung rencana Jaksa Agung tersebut untuk membuat jera para perampok uang rakyat.
"Karena ada pemberatan Pasal 2 ayat 2 UU Pemberantasan korupai, yaitu adanya pengulangan, karena sebelumnya pernah melakukan korupsi di Jiwasraya dan kemudian terlibat di Asabri," kata Boyamin.
Menurutnya, hukuman mati bisa dikenakan kepada mereka yang telah berulang kali terlibat kasus korupsi.
Hukuman mati juga bisa dikenakan kepada mereka yang korupsi dalam keadaan bencana.
"Soal nanti hakim mengabulkan atau tidak, itu soal lain. Setidaknya upaya JPU menuntut hukuman berat kepada koruptor sudah dilakukan," kata Boyamin.
Dalam perkara Jiwasraya, baik Heru dan Bentjok sama-sama dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Akibat perbuatannya telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 16,807 triliun.
Atas perbuatannya Heru diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 10.728.783.375.000. Sementara Bentjok sebesar Rp 6.078.500.000.000.
Sama halnya dalam perkara korupsi di Asabri. Keduanya juga diduga pihak yang paling berperan dalam penyelewengan dana pensiun milik tentara itu.
Taksiran kerugian negaranya mencapai Rp22 triliun lebih.
Karena itu guna pengembalian kerugian negara, pihak Kejagung menyita sejumlah aset milik terdakwa, termasuk terdakwa Benny Tjokrosaputra dan Heru Hidayat.
Pakar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, meminta agar pengungkapan perkara itu dapat dilakukan secara menyeluruh.
"Itu semestinya juga harus dibongkar oleh jaksa penyidik Kejaksaan. Jangan berhenti pada para terdakwa saja," kata dia, dihubungi terpisah.