Sederet Kritikan soal Aturan Perjalanan Darat Jarak 250 Km Wajib Tes PCR/Antigen
Aturan wajib tes PCR/Antigen bagi pelaku perjalanan darat dengan jarak tempuh 250 km tau kritikan berbagai pihak, DPR hingga pelaku bisnis bus.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah kembali memperbarui kebijakan mengenai syarat pelaku perjalanan domestik.
Kini, aturan wajibnya tes PCR sebelum menaiki pesawat telah diganti, penumpang cukup melakukan tes antigen.
Namun di sisi lain, kebijakan pemerintah lainnya menuai kritikan dari sejumlah pihak.
Yakni, aturan yang mewajibkan pelaku perjalanan darat dengan menempuh minimal jarak 250 Kilometer (Km) atau 4 jam harus melampirkan tes PCR atau antigen dan sertifikat vaksin Covid-19 minimal dosis pertama.
Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Kemenhub Nomor 90 Tahun 2021, revisi atas SE Menteri Perhubungan Nomor 86 Tahun 2021.
Baca juga: Perjalanan Darat 250 Km Wajib PCR/Antigen, Epidemiolog: Tak Beri Dampak pada Pengendalian Covid-19
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi mengatakan, syarat perjalanan tersebut berlaku bagi pengguna kendaraan bermotor perseorangan, sepeda motor, kendaraan bermotor umum, maupun angkutan penyeberangan.
"Para pelaku perjalanan jauh dengan moda transportasi darat dan penyeberangan dengan ketentuan jarak minimal 250 km atau waktu perjalanan 4 jam dari dan ke Pulau Jawa dan Bali wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama," kata Budi Setiyadi melalui keterangan tertulis, Minggu (31/10/2021), dikutip dari Kompas TV.
Kebijakan PCR yang berubah-ubah itu dinilai akan membingungkan masyarakat.
Tak hanya, pelaku bisnis transportasi darat juga khawatir menerima imbas aturan itu.
Berikut Tribunnews rangkum sejumlah kritikan soal wajibnya PCR/antigen untuk pelaku perjalanan darat 250 km, dari berbagai sumber:
1. DPR: Hanya Membingungkan Masyarakat, Cabut Saja
Anggota Komisi V DPR RI Fraksi Partai Demokrat Irwan menilai kebijakan baru tersebut hanya akan membingungkan masyarakat di lapangan.
Ia pun meminta SE Kemenhub tersebut lebih baik dicabut saja.
"Seiring rencana pemerintah menghapus tes PCR di Jawa-Bali dan cukup tes antigen, saya minta sebaiknya Surat Edaran Kemenhub ini dicabut saja. Hanya membingungkan masyarakat dan tidak efektif di lapangan," kata Irwan saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (1/11/2021).
Menurutnya, jika pemerintah semangatnya membatasi mobilitas masyarakat dalam rangka liburan Natal dan tahun baru, lebih baik membuat edaran larangan mudik dengan tegas.
Hal tersebut dinilai lebih efektif membatasi masyarakat bepergian.
"Bagaimana cara membedakan masyarakat yang bepergian di atas dan kurang dari 250 Km di lapangan."
"Apakah tidak menimbulkan kemacetan dan permasalahan transportasi darat lainnya?," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat itu.
Selain itu, menyikapi harga tes PCR yang berubah-ubah, Irwan mengingatkan pemerintah jangan sampai jadi marketing atau terjebak kongsi bisnis dengan perusahan pengadaan maupun penyedia PCR di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga: Aturan Terbaru Naik Kereta Api Jarak Jauh November 2021, Masa Berlaku Hasil Tes PCR Jadi 3x24 Jam
Apalagi, sampai membuat regulasi yang menimbulkan rakyat menderita dan hanya menguntungkan para pengusaha PCR.
"Itu sangat dzalim di tengah penderitaan mereka. Masih banyak cara membatasi mobilitas masyarakat tanpa harus mewajibkan penggunaan PCR," tutur Irwan.
2. Pelaku Bisnis Bus: Aturan 'Dagelan'
Sementara itu, pihak pelaku bisnis penyedia jasa transportasi bus juga ikut menyikapi aturan wajibnya PCR/antigen untuk pelaku perjalanan darat minimal 250 Km itu.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan menilai aturan tersebut sekdar dagelan.
"Kelucuan yang baru lagi sih menurut saya. Apa bedanya 250km sama 2500 km? Aturan ini menurut saya tidak akan menghentikan masyarakat untuk bergerak," kata Sani, Senin (1/11/2021), melansir Tribunnews.com.
Sani menilai masyarakat masih bisa mencari moda yang tidak terdeteksi yaitu kendaraan pribadi dan angkutan illegal.
"Pada saat penerapan PPKM yang lalu kita sama-sama tau kalau pemerintah berhasil untuk mempersulit kami operator berizin resmi dan berhasil juga mencetak angkutan illegal lebih banyak," jelas dia.
Masyarakat pastilah keberatan kalau harus membayar PCR sebesar Rp275 ribu sedangkan tarif bus hanya Rp150-Rp250 ribu rute Jakarta - Jawa Tengah.
"Dagelan ini namanya," tegas Ketua Angkutan Penumpang DPP Organda ini.
Sani menyarankan pemerintah seharusnya menggiring masyarakat untuk menggunakan angkutan umum resmi dengan mengakomodir alat test gratis.
Baca juga: Aturan Terbaru Pelaku Perjalanan Domestik Selama PPKM: Transportasi Udara Wajib Vaksin dan PCR
Tujuan agar pergerakan menggunakan kendaraan pribadi bisa ditekan.
"PCR untuk perjalanan diatas 250km ini benar-benar dagelan menurut hemat kami. Ditambah lagi sekarang airlines cukup dengan swab antigen. Ada apa ini? Pemerintah jelas tidak fair," tuturnya.
(Tribunnews.com/Shella Latifa/Seno Tri Sulistiyono/Reynas Abdila)(Kompas TV/Nurul Fitriani)