Negara Harus Lebih Serius Melindungi Bumi dan Sikapi Perubahan Iklim
Negara memiliki peran penting dalam melindungi kelestarian bumi dan perubahan iklim dunia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Negara memiliki peran penting dalam melindungi kelestarian bumi dan perubahan iklim dunia.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini mengatakan Forum COP26 atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang membahas perubahan iklim dan dihadiri sejumlah pemimpin dunia di Glasgow, Skotlandia, mulai 31 Oktober hingga 12 November menjadi momentum bagi Indonesia untuk menagih komitmen dari negara-negara anggota G20 terkait isu perubahan iklim.
”Indonesia punya kepentingan dalam Forum COP26 yakni melindungi bumi dan ekosistem Indonesia,” ujar Anggia saat memberikan sambutan secara virtual dari Glaslow dalam diskusi bertajuk "Aksi Nyata untuk Perubahan Iklim" yang digelar Climate Institute bersama Radesa Institute, DPP PKB dan DPR RI, Rabu (3/11/2021).
Dikatakan Anggia, dalam forum tersebut tim negosiastor Indonesia terus bekerja untuk menjadikan isu perubahan iklim sebagai persoalan sensitif yang perlu mendaptakan perhatian serius oleh dunia.
Disisi lain, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga mengapresiasi perhatian kalangan muda alam isu-isu mengenai perubahan iklim.
Baca juga: Isu Perubahan Iklim Dunia, Jokowi Optimistis Indonesia Capai Net Carbon Sink pada 2030
Anggia mengatakan bahwa berdasarkan penelitian UNDP, di dalam negara G20, 70% anak muda punya perhatian lebih dengan isu perubahan iklim.
Sementara penelitian Alvara Research Center dan Indikator, isu lingkungan merupakan salah satu yang diminati anak muda.
”Anak muda antusias dalam isu menyelamatkan bumi,” urainya.
Menurutnya, 59% anak muda ingin melestarikan hutan dan lahan, 57% ingin energi terbarukan, dan 57% ingin pertanian ramah lingkungan.
”Pemerintah harus berinvestasi pada energi ramah lingkungan. Saya percaya melestarikan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi bisa berjalan seimbang melalui konservasi ekonomi,” tuturnya.
Anggia mengatakan, peran negara sangat penting dalam persoalan ini.
Apalagi, data menunjukkan bahwa negara maju menyumbang 80% ekonomi global, tapi juga menyumbang 75% emisi global.
Sementara itu, Direktur INFID Sugeng Bahagijo mengatakan bahwa sumber masalah dari isu perubahan iklim adalah negara dengan aktivitas produksi yang sangat tinggi.
”Bisakah kita membuat keseimbangan antara mengurangi emisi, tetapi aktivitas ekonomi dan produksi tetap maju dan berkembang,” tuturnya.
Dikatakan Sugeng, saat ini kondisi bumi sudah super panas.
KTT Perubahan Iklim bahkan telah mengakui ada yang salah dari ekonomi dan industri kita.
Oleh karenanya, negara-negara mendorong adanya pengurangan emisi.
”Harus ada tindakan nyata bagi negara maupun perusahaan untuk mengerem emisi. Dampak perubahan iklim tidak hanya panas bumi, tapi cuaca ekstrim, banjir dimana mana, dan kerusakan lingkungan,” katanya.
Mahawan Karuniasa dari Asosiasi Peneliti Perubahan Iklim Indonesia (APIKI) menyambut positif antusias parlemen terkait isu perubahan iklim yang dinilai luar biasa.
Menurutnya, Presiden Jokowi memberi pandangan perubahan iklim ancaman besar pembangunan dan kemakmuran.
”Persoalan curah hujan satu tahun hanya turun beberapa hari. China dan Eropa Barat terjadi banjir. Nelayan tidak bisa melaut karena cuaca tidak menentu. Begitu juga dengan petani, sudah tidak berpatokan pada masa tanam karena perubahan iklim. Suhu akan terus meningkat, cuaca ekstrem akan terus meningkat,” urainya.
Karena itu, Mahawan mengatakan bahwa anak muda harus menyuarakan perubahan iklim untuk generasi mendatang.
”Gaya hidup yang ramah lingkungan penting. Kita harus berkolaborasi dengan seluruh masyarakat dunia. Semua harus andil, jangan sampai negara lain yang berbuat, kita yang ikut memecahkan persoalan. Jadi harus ada keadilan. Kita harus mendorong negara maju membantu negara berkembang,” tuturnya. (*)