Penanganan Anak Penderita Bibir Sumbing dan Lelangit Belum Merata Hingga ke Daerah Terpencil
Kondisi bibir sumbing dan lelangit terjadi karena jaringan rahang atas dan hidung tidak menyatu dengan sempurna
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hasiolan Eko P
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masalah bibir sumbing dan lelangit masih menjadi permasalahan yang butuh perhatian.
Kondisi bibir sumbing dan lelangit terjadi karena jaringan rahang atas dan hidung tidak menyatu dengan sempurna, sehingga membentuk belahan. Kondisi semacam ini bisa disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti: genetik, kekurangan asam folat, ibu hamil yang obesitas dan efek samping obat tertentu juga dapat meningkatkan risiko bibir sumbing dan lelangit pada bayi.
Menurut data yang dirilis World Health Organization (WHO), sekitar 1 dari 500-700 atau 5800 bayi baru lahir di Indonesia terlahir dengan kondisi bibir dan lelangit sumbing.
Meski tergolong kondisi cacat bawaan, bibir sumbing dan lelangit bisa ditangani dengan operasi.
Hanya, penanganan anak penderita bibir sumbing dan lelangit di Indonesia belum merata hingga ke daerah-daerah terpencil.
Hal ini terjadi karena minimnya tenaga dokter, sulitnya akses ke rumah sakit, kurangnya informasi masyarakat terhadap pengobatan dan tingginya biaya operasi.
"Persentase bibir sumbing dan lelangit di Indonesia menduduki peringkat ketujuh di Asia Tenggara, yaitu 20,4% salah satunya adalah Provinsi Nusa Tenggara. Bibir sumbing dan lelangit hanya dapat ditangani dengan tindakan operasi bibir sumbing dan lelangit," kata Drg Reza Al Fessi, staf pengajar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga dalam acara webinar Utilisasi Bakti Sosial Bibir Sumbing dan Lelangit di daerah Terpencil, yang dilaksanakan pada, belum lama ini.
Baca juga: 10 Dampak Berbahaya Merokok bagi Kesehatan dan Penampilan: Mulai Jerawat hingga Bibir Gelap
Pada momen webinar itu, Drg Reza Al Fessi memperkenalkan buku pedoman bakti sosial bibir sumbing dan lelangit di daerah terpencil.
Para peserta yang yang terdiri dari 54 mahasiswa Program Pendidikan Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial (PPDGS) FKG Universitas Airlangga, diberikan pedoman mengenai pelaksanaan bakti sosial berupa perawatan bibir sumbing pada anak-anak di daerah terpencil.
Buku pedoman terdiri dari 7 bab meliputi pendahuluan, organisasi penyelenggara, administrasi pelaksanaan bakti sosial bibir sumbing dan lelangit, pedoman teknis operasi bibir sumbing dan lelangit, tatalaksana operasi era pandemi COVID-19, kendala dan solusi, dan penutup.
Dengan begitu, mahasiswa diharapkan dapat memiliki wawasan dan keterampilan, serta berkontribusi dalam kegiatan bakti sosial tersebut.
"Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Universitas Airlangga (RSKGM UNAIR) dan Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga telah melaksanakan bakti sosial operasi bibir sumbing dan lelangit di daerah terpencil sejak tahun 2008. Kesenjangan akses pelayanan kesehatan di daerah terpencil tersebut merupakan alasan kuat bagi kami untuk bergerak memberikan layanan bakti sosial bibir sumbing dan lelangit bagi masyarakat Indonesia di seluruh pelosok negeri, terlebih saat pandemi COVID-19," imbuhnya.
Drg Reza Al Fessi menambahkan, selama ini pelaksanaan bakti sosial belum memiliki standarisasi yang baku, sehingga webinar dan buku pedoman pelaksanaan bakti sosial bibir sumbing dan lelangit di daerah terpencil ini diharapkan menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan bakti sosial.
Selain itu, dapat menyempurnakan kinerja tim panitia baksos secara sistematis dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta dapat digunakan untuk evaluasi kegiatan baksos.