Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Profil Bung Tomo, Orator dan Pembakar Semangat Arek-Arek dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945

Berikut profil Bung Tomo, beliau berperan sebagai orator dan pembakar semangat arek arek pada pertempuran Surabaya pada 10 November 1945

Penulis: Faishal Arkan
Editor: Daryono
zoom-in Profil Bung Tomo, Orator dan Pembakar Semangat Arek-Arek dalam Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Tangkapan layar kebudayaan.kemdikbud.go.id
Profil Bung Tomo Pahlawan Pertempuran Surabaya 10 November 1945 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini merupakan profil Bung Tomo, pahlawan yang melawan penjajah pada pertempuran 10 November 1945.

Bung Tomo yang memiliki nama lengkap Sutomo tersebut, lahir pada 3 Oktober 1920 di Surabaya, Jawa Timur.

Beliau mempunyai jasa besar terhadap usaha untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Usaha tersebut yakni, pada saat melawan penjajah yang ingin kembali menjajah Indonesia tepatnya di kota Surabaya.

Bung Tomo sukses berperan sebagai orator serta membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk melawan kembalinya penjajah.

Peristiwa itu dikenal sebagai pertempuran 10 November 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Tribunnews.com merangkum kehidupan Bung Tomo, minat beliau pada bidang jurnalisme, hingga perjuangan saat bertempur di Surabaya pada 10 November 1945.

Baca juga: Momen Hari Pahlawan, Veretan Perang di Surabaya Terima Donasi Rp 500 Juta

Profil Bung Tomo Pahlawan Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Profil Bung Tomo Pahlawan Pertempuran Surabaya 10 November 1945 (Laman kemensos.go.id)

Baca juga: 40 TWIBBON Hari Pahlawan 10 November 2021, Begini Cara Buatnya

Berita Rekomendasi

Dikutip dari perpustakaan.setneg.go.id, berikut kehidupan Bung Tomo, hingga perjuangan beliau saat pertempuran Surabaya 10 November 1945:

Kehidupan Bung Tomo

Bung Tomo dibesarkan dalam keluarga kelas menengah, dan juga keluarga yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi pendidikan.

Ayah Bung Tomo bernama Kartawan Tjiptowidjojo yang merupakan seorang kepala keluarga dari kelas menengah.

Beliau pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda.

Bung Tomo suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan agar menjadi lebih baik.

Saat beliau berusia 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO, Bung Tomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu.

Belakangan ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, namun tidak pernah resmi lulus.

Di usia muda Bung Tomo aktif dalam organisasi kepanduan atau KBI.

Bung Tomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia).

Sutomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya.

Pada usia 17 tahun, Bung Tomo menjadi terkenal di saat sukses menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda.

Minat pada Bidang Jurnalisme

Ia pernah bekerja sebagai wartawan lepas pada Harian Soeara Oemoem di Surabaya pada tahun 1937.

Setahun kemudian, ia menjadi Redaktur Mingguan Pembela Rakyat serta menjadi wartawan dan penulis pojok harian berbahasa Jawa, Ekspres, di Surabaya pada tahun 1939.

Pada masa pendudukan Jepang, Bung Tomo bekerja di kantor berita tentara pendudukan Jepang,

Domei, bagian Bahasa Indonesia untuk seluruh Jawa Timur di Surabaya pada tahun 1942-1945.

Saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan, beliau memberitakannya dalam bahasa Jawa bersama wartawan senior Romo Bintarti untuk menghindari sensor Jepang.

Selanjutnya, beliau menjadi Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara di Surabaya.

Perjuangan Pertempuran Surabaya 10 November 1945 

Pada 1944 ia menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang, hampir tak seorang pun yang mengenal Bung Tomo.

Akan tetapi, semua ini mempersiapkan Bung Tomo untuk menjalankan peranannya yang sangat penting.

Pada 19 September 1945  sebuah insiden terjadi di Hotel Yamato, Surabaya.

Sekelompok orang Belanda memasang bendera mereka.

Hal tersebut, membuat rakyat marah.

Seorang Belanda tewas dan bendera merah-putih-biru itu diturunkan.

Bagian biru dirobek, tinggal merah-putih, yang langsung dikibarkan.

Di Jakarta, pasukan Sekutu datang pada 30 September 1945.

Para serdadu Belanda ikut rombongan.

Bendera Belanda berkibar di mana-mana.

Saat itu, Bung Tomo masih berstatus wartawan kantor berita ANTARA.

Selain itu, Bung Tomo juga kepala bagian penerangan Pemuda Republik Indonesia (PRI), organisasi terpenting dan terbesar di Surabaya pada saat itu.

Di Jakarta, Bung Karno meminta para pemuda untuk menahan diri, tak memulai konfrontasi bersenjata. 

Bung Tomo kembali ke Surabaya. "Kita (di Surabaya) telah memperoleh kemerdekaan, sementara di ibukota rakyat Indonesia terpaksa harus hidup dalam ketakutan," katanya seperti dicatat sejarawan William H. Frederick dari Universitas Ohio, AS.

Pada Oktober dan November 1945, Bung Tomo menjadi salah satu Pemimpin yang sangat penting.

Hal tersebut dikarenakan, beliau sukses menggerakkan dan membangkitkan semangat rakyat Surabaya, yang pada waktu itu Surabaya diserang habis-habisan oleh pasukan Inggris yang mendarat untuk melucutkan senjata tentara pendudukan Jepang dan membebaskan tawanan Eropa. 

Pada 9 November, saat dikeluarkannya ultimatum yang ditunjukkan kepada para staf Gubernur Soerjo yang berbunyi:

- Pertama, seluruh pemimpin rakyat Surabaya harus menyerahkan diri paling lambat pukul 18.00 di hari itu dengan tangan di atas kepala.

- Kedua, seluruh senjata harus diserahkan.

Lalu, pembunuh Mallaby menyerahkan diri.

Apabila kedua hal itu diabaikan, Sekutu akan mulai menyerang pada pukul 06.00 keesokan harinya.

Seperti ultimatum terdahulu, pamflet berisi ultimatum disebar lewat udara.

Apabila tidak diikuti, pada 10 November mulai pukul 06.00, Inggris akan mulai menggempur.

Pertempuran di Surabaya, 10 November 1945, Bung Tomo tampil sebagai orator ulung di depan corong radio, membakar semangat rakyat untuk berjuang melawan tentara Inggris dan NICA-Belanda. 

Baca juga: Pelurusan Sejarah Bagian dari Penghargaan Kita terhadap Perjuangan Para Pahlawan

(Tribunnews.com/Arkan)

Berita lainnya seputar Hari Pahlawan

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas