Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII Bahas Pinjol, Nikah Online dan Uang Kripto

Ketua MUI Asrorun Niam Soleh mengungkapkan, forum ini bakal merumuskan pedoman dan kriteria perbuatan yang masuk dalam penodaan agama.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII Bahas Pinjol, Nikah Online dan Uang Kripto
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII.

Dalam forum yang digelar selama tiga hari mulai Selasa (9/11) hingga Kamis (11/11) itu, sejumlah persoalan akan dibahas, mulai dari masalah strategis kebangsaan, fikih kontemporer, hingga masalah hukum perundang-undangan.

Satu di antara yang dibahas adalah tentang penodaan agama.

Baca juga: Bikin Gempar Depok, Terdakwa Hoaks Babi Ngepet Dituntut 3 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Keberatan

Ketua MUI bidang fatwa, Asrorun Niam Soleh mengungkapkan, forum ini bakal merumuskan pedoman dan kriteria perbuatan yang masuk dalam penodaan agama.

"Ijtima ini akan merumuskan proses pedoman dan juga keriteria bagaimana suatu perbuatan, tindakan itu dimaknai sebagai penodaan atau bagian dari kebebasan berekspresi," ujar Asrorun di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (9/11).

Menurut Asrorun pedoman ini dibuat agar masyarakat memiliki acuan terkait masalah penodaan agama.

Selain untuk masyarakat, pedoman ini juga dapat dimanfaatkan oleh para penegak hukum.”Jadi ada proporsionalitas yang kemudian nanti bisa dijadikan acuan bagi masyarakat di dalam menjalankan aktivitas agama, dan acuan bagi penegak hukum di dalam memastikan perlindungan terhadap pokok pokok ajaran agama," jelas Asrorun.

Baca juga: Mahfud MD Bicara Penerapan Syariah Islam dalam Konteks NKRI di Ijtima Ulama MUI

Berita Rekomendasi

Ia mengungkapkan saat ini ada dua kutub esktrem yang berbeda pendapat terkait masalah penodaan agama.

"Misalnya di satu sisi kita memiliki tanggung jawab untuk menjalankan ajaran agama sesuai pokok-pokok ajaran agama dan negara juga memiliki tanggung jawab melindungi ajaran agama agar tidak terjadi penodaan. Tetapi ada dua kutub ekstrem juga dalam praktik di tengah masyarakat," ujar Asrorun.

Hal lain yang dibahas dalam kegiatan ini yaitu makna mengenai jihad dan khilafah.

Menurut Asrorun, faktanya, di tengah masyarakat terdapat titik ekstrem terkait pemaknaan jihad dan khilafah.

"Tahun ini salah satu hal yang bersifat strategis terkait dengan upaya mendudukkan makna jihad dan khilafah secara proporsional di dalam konteks berbangsa dan bernegara karena faktanya di tengah masyarakat ada titik ekstrem," jelas Asrorun.

"Yang pertama orang memaknai jihad dan khilafah secara simplistik dengan sebatas perang atau kembali kepada era abad pertengahan, tetapi ada juga titik ekstrem yang lain yang memaknai bahwa jihad dan khilafah tidak relevan dan tidak ada kaitannya dengan keagamaan," tambahnya.

Baca juga: Wapres: Keputusan Ijtima Ulama MUI jadi Masukan untuk Pemerintah

Baca juga: Hadiri Acara MUI, Anies Baswedan Undang Peserta Ijtima Ulama Nikmati Fasilitas Umum di Jakarta

Untuk persoalan Fikih, Asrorun merinci forum Ijtima Ulama akan membahas masalah pinjaman online (Pinjol), uang kripto atau Cryptocurrency hingga nikah online.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas