Profil Ismail Marzuki: Sederet Karya yang Abadi hingga Inspirasi Lagunya
Sosok Ismail Marzuki dikenal sebagai skomproser dengan banyak karya besar, diantaranya seperti Aryati, Selendang Sutera. Berikut profil dan karyanya.
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Google Doodle turut merayakan semarak peringatan Hari Pahlawan 10 November dengan menampilkan ilustrasi wajah Ismail Marzuki.
Ismail Marzuki ditampilkan ilustrasi pada google doodle menggunakan kemeja putih berdasi biru, lengkap dengan sebuah biola.
Sosok Ismail Marzuki dikenal sebagai komposer yang telah menciptakan banyak karya besar, diantaranya seperti Aryati, Selendang Sutera, Sepasang Mata Bola hingga Juwita Malam.
Bahkan, namanya juga diabadikan sebagai nama tempat kesenian di Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM).
Pada tahun 2004, dia dinobatkan menjadi salah seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia.
Baca juga: Taman Ismail Marzuki Dulu, Kini, dan Nanti Jadi Pemenang Program Jakarta Millenial Report
Baca juga: Lomba Jakarta Millenial Report Pilih Taman Ismail Marzuki Jadi Objek Video
Profil Ismail Marzuki
Dikutip dari laman Perpusnas.go.id, Ismail Marzuki merupakan putra asli Betawi kelahiran Kwitang, pada 11 Mei 1914.
Tidak hanya dikenal sebagai seniman pejuang, karya-karya Ismail Marzuki banyak menginspirasi dan membakar gelora semangat perjuangan kemerdekaan saat itu.
Ismail Marzuki juga menciptakan banyak lagu nasional yang monumental seperti Rayuan Pulau Kelapa hingga Halo Halo Bandung.
Saat kecil, Ismail Marzuki akrab disapa dengan panggilan Mail atau Maing.
Ia mengawali karir bermusik di usia 17 tahun dengan lagu pertama yang ia karang adalah O Sarinah pada tahun 1931.
Pada 1936, Ismail Marzuki bergabung dalam perkumpulan orkes musik Lief Java sebagai pemain gitar, saxophone, dan harmonium pompa.
Pada masa kependudukan Jepang, Ismail Marzuki aktif terlibat dalam orkes radio pada Hozo Kanri Keyku, radio militer Jepang.
Baca juga: 10 Lagu Bertema Lebaran Idul Fitri: dari Ismail Marzuki, Bimbo hingga Sabyan Gambus
Pascakependudukan Jepang berakhir, Ismail tetap memiliih berkarir di RRI.