PROFIL Usmar Ismail, Sutradara Film Tiga Dara dan Bapak Film Indonesia yang Dapat Gelar Pahlawan
Berikut profil Usmar Ismail, salah satu penerima gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Jokowi yang telah dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
Maya adalah sebuah sandiwara yang dipentaskan berdasarkan teknik teater barat.
Baca juga: Presiden Jokowi Pimpin Upacara Ziarah Nasional Hari Pahlawan
Kehadiran Maya ini pun dianggap sebagai tonggak lahirnya teater modern di Indonesia.
Sandiwara yang dipentaskan Maya, antara lain, “Taufan di Atas Asia (El Hakim)”, “Mutiara dari Nusa Laut (Usmar Ismail)”, “Mekar Melati (Usmar Ismail)”, dan “Liburan Seniman (Usmar Ismail).”
Usmar pernah dijebloskan ke penjara oleh Belanda saat ia bekerja sebagai wartawan politik di kantor berita Antara.
Saat itu Usmar dituduh terlibat kegiatan subversi karena meliput perundingan Belanda RI di Jakarta, pada tahun 1948.
Baca juga: Tiba di TMP Kalibata, Presiden Jokowi Langsung Pimpin Upacara Peringatan Hari Pahlawan
Serius di Bidang Perfilman
Setelah terjun ke dunia teater, Usman mulai menaruh minatnya yang lebih serius pada perfilman.
Sewaktu masih di Yogya pun, Usmar hampir setiap minggu bersama teman-temannya berkumpul di suatu gedung di depan Stasiun Tugu untuk berdiskusi mengenai seluk-beluk film.
Teman berdiskusinya itu, antara lain, Anjar asmara, Armijn Pane, Sutarto, dan Kotot Sukardi.
Anjar Asmara itulah orang pertama yang menawarinya menjadi asisten sutradara dalam film “Gadis Desa.”
Setelah itu, berlanjut pada penggarapan film berikutnya, seperti “Harta Karun,” dan “Citra.”
Baca juga: Sejarah Peringatan Hari Pahlawan, Dilengkapi Pesan dari Para Pahlawan, dan Kumpulan Link Twibbon
Hingga akhirnya Usman berhasil membuat film karyanya sendiri, di antaranya:
- Darah dan Doa (1950)
- Enam jam di Yogya (1951)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.