KBRI Ungkap Penyebab Minat Kajian Tentang Indonesia di Belanda Menurun
Kedutaan Besar RI di Den Haag mengadakan pertemuan dengan para Indonesianis di Belanda pada tanggal 9 November 2021.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kedutaan Besar RI di Den Haag mengadakan pertemuan dengan para Indonesianis di Belanda pada tanggal 9 November 2021.
Pertemuan ini dihadiri oleh 17 ahli Indonesia dari berbagai perguruan tinggi, seperti Leiden University, Groningen University, KITLV, dan Universitas Amsterdam.
Pertemuan bertujuan untuk mendapatkan masukan dari para Indonesianis tentang peningkatan kerja sama pendidikan dan kebudayaan antara Indonesia dan Belanda.
Salah satu isu yang diangkat dalam diskusi adalah turunnya minat kajian tentang Indonesia di Belanda yang menurun.
Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda, Mayerfas mengatakan dulu ada departemen di Universitas Belanda yang secara khusus membahas Indonesia.
Namun kajian itu sakarang dilebur menjadi satu yang membahas Asia Selatan dan Tenggara.
“Dahulu di Universitas Leiden ada Departemen khusus mengkaji Indonesia. Saat ini, Kajian tentang Indonesia menjadi bagian dari Kajian South and Southeast Asian," kata Mayerfas dalam keterangannya, Jumat (12/11/2021).
Baca juga: Profil Tombolotutu, Pejuang Sulawesi Tengah yang Melawan Belanda, Kini Dianugerahi Gelar Pahlawan
Menanggapi hal tersebut, ada peserta menyampaikan bahwa penurunan minat bukan hanya terhadap kajian tentang Indonesia, tetapi juga terjadi pada kajian wilayah lain.
Hal ini disampaikan Prof. Adriaan Bedner dari Leiden University, yang berharap Indonesia tidak mengkhawatirkan hal tersebut.
“Jangan terlalu khawatir dengan masalah Indonesia. Kajian tentang Indonesia akan selalu menjadi perhatian kami," ujar Prof. Adriaan Bedner.
Hal lain yang menjadi isu yang dibahas dalam pertemuan adalah bahwa topik mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda sebagian besar melakukan kajian tentang Indonesia.
Prof. Bart Barendregt dari Leiden University berharap tidak hanya Indonesia yang dikaji, namun juga mengkaji hal-hal yang terkait Belanda.
“Padahal kami juga ingin ada mahasiswa yang mengkaji Belanda, tidak melulu mengkaji Indonesia", ungkap Prof. Bart Barendregt.
Masalah kesinambungan melakukan riset bagi alumni juga menjadi sorotan dalam diskusi.
Menurut mereka, banyak doktor-doktor alumni Belanda yang setelah kembali ke Indonesia tidak lagi meneruskan risetnya.
Hal ini, disebabkan karena mereka terlalu sibuk dan tenggelam dalam melakukan tugas-tugas administratif dalam karir mereka.
Duta Besar Mayerfas menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada para Indonesianis yang atas kontribusinya.
Baik secara langsung maupun tidak langsung, pada penguatan diplomasi kedua negara.
“Melalui hasil riset, para Indonesianis telah membantu kedua pemerintah kedua negara untuk saling memahami dengan lebih baik persoalan-persoalan politik, ekonomi, budaya," ujar Duta Besar Mayerfas.
Kerja sama bidang pendidikan dan kebudayaan antara Indonesia dan Belanda, dalam kerangka beberapa program.
Seperti SPIN (Scientific Programs Indonesia-Netherlands), Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Indonesia International Students Mobility Award (IISMA), dan revitalisasi pendidikan vokasi.
Di bidang kebudayaan, Duta Besar Mayerfas menyebut beberapa kerja sama antar museum seperti pengembalian benda-benda bersejarah dan pameran bersama antara Rijksmuseum Amsterdam dan Museum Nasional tahun 2022.
Di bawah payung Nota Kesepahaman yang ditandatangani pada tahun 2016 dan 2017, saat ini terdapat lebih dari 200 Nota Kesepahaman antara universitas-universitas di Indonesia dan Belanda.
Kerja sama ini mencakup berbagai program, di antaranya, pertukaran pelajar, gelar ganda, visiting professor, dan riset dan publikasi bersama.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.