Greenpeace Sesalkan Aksinya Kritisi Pidato Jokowi soal Deforestasi Berujung Laporan Polisi
Kepala Greenpeace sesalkan aksinya kritisi pidato Jokowi soal Deforestasi berujung laporan polisi.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak menanggapi langkah Ketua Cyber Indonesia, Husin Shahab yang melaporkan pihaknya ke Polda Metro Jaya pada Selasa (9/11/2021).
Laporan tersebut dilakukan setelah Greenpeace mengkritik pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal deforestasi di Konferensi COP26 di Glasgow, Skotlandia.
Leonard amat menyesalkan, kritikan soal data deforestasi dalam pidato Jokowi justru dianggap kabar bohong.
Padahal, Leonard menyebut kritik tersebut diperoleh dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Saya sangat menyesalkan bahwa perbedaan cara pandang, perbedaan analisis seperti yang kami sampaikan sejak minggu lalu dianggap sebagai kabar bohong."
"Sama sekali tidak ada kabar bohong disitu, karena kita menyampaikan berdasarkan dari data dan fakta."
"Bahkan data itu berasal dari KLHK sendiri, kami menggunakan data KLHK," ungkap Leonard, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Senin (15/11/2021).
Baca juga: Kritik Pidato Jokowi Soal Deforestasi di COP 26, Aktivis Greenpeace Dilaporkan ke Polisi
Baca juga: Greenpeace Bingung Dengan Sikap KPK, Tempo Hari Memberikan Apresiasi Sekarang Buat Laporan Polisi
Sementara, analisis peningkatan deforestasi yang disampaikan Leonard diperoleh dari moratorium izin hutan pada 2011.
Dalam analisisnya, Leonard menyampaikan sebelum moratorium pada 2003-2011 deforestasi terjadi sekira 2,45 juta hektare.
Kemudian, setelah moratorium dipermanenkan, pada 2011-2019 terjadi peningkatan deforestasi sebesar 4,8 juta hektare.
Oleh karena itu, Leonard menyebut data yang mereka sampaikan adalah fakta dan tidak menyinggung dengan masa pemerintahan.
"Ini adalah perbedaan cara pandang dan analisis, jadi bukan kabar bohong, data yang kami gunakan valid dan kami ingin menyampaikan kami tidak menganalisis berdasarkan basis masa pemerintahan."
"Jadi moratorium itu merupakan titik penanda yang sah menurut kami dan ini adalah soal kebebasan intelektual."
"Kami bisa memberikan analisa semacam itu, boleh berbeda dengan pemerintah dan tidak perlu dilaporkan ke polisi," jelasnya.
Baca juga: Greenpeace Indonesia: Tragedi Kilang Balongan Jadi Catatan Merah Bahayanya Energi Ekstraktif
Baca juga: Greenpeace Indonesia: Plastik Berbahan PET Dapat Didaur Ulang, Tapi Belum Tentu Ramah Lingkungan