Pengamat: Pemerintah Perlu Buat Payung Hukum untuk Saring Ideologi Pro Terorisme dan Radikalisme
Pengamat Terorisme Unversitas Indonesia, Ridlwan Habib, turut menanggapi soal kabar anggota MUI yang terlibat dalam aksi terorisme.
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Terorisme Unversitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib, turut menanggapi soal anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dijadikan tersangka dalam kasus terorisme baru-baru ini.
Ridlwan menilai, kejadian ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah.
Menurut Ridlwan, pemerintah perlu membuat payung hukum yang dapat menyaring ideologi pro terorisme dan radikalisme.
Apalagi bagi institusi besar yang akan melakukan rekrutmen anggotanya.
Hal tersebut disampaikan oleh Ridlwan secara virtual melalui Kompas TV, Kamis (18/11/2021).
"Jadi sebenarnya problem seriusnya adalah bagaimana kita melakukan deteksi dini terhadap orang-orang yang memiliki ideologinya pro terorisme."
Baca juga: Farid Okbah Dkk Dijerat UU Terorisme, Ancaman Hukuman 15 Tahun Penjara
Baca juga: Soal Anggota MUI Jadi Tersangka Kasus Terorisme, Menag Yaqut: Kalau Terbukti Ya Harus Dihukum
"Ini menurut saya, (pemerintah perlu) evaluasi, terutama bagaimana kita menyiapkan perangkat perundang-undangan agar yang seperti ini bisa di-screening."
"Tidak hanya di MUI, tapi juga di kementerian, di BUMN, di institusi lain," terang Ridlwan.
MUI Berbenah, Bakal Lebih Teliti saat Rekrut Anggota
Anggota Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (MUI), Makmun Rasyid, menanggapi soal rekannya yang diringkus Densus 88.
Atas kejadian itu, kata Makmun, ke depan MUI akan melakukan upaya pembersihan di lingkup internalnya.
Termasuk akan lebih teliti pada waktu merekrut calon-calon anggota baru.
Hal tersebut diungkapkan Makmun saat berada di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (17/11/2021).
"Ke depannya, bagi kami di MUI, salah satu yang akan kita lakukan adalah sebagai bentuk penjagaan dan upaya pembersihan di internal adalah profilling itu sendiri," ungkap Makmun dikutip dari Tribunnews.com.
Menurut Makmun, pengecekan data dan informasi diri pada tiap calon anggota menjadi hal yang sangat penting.
Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi adanya tindak-tindak yang mengandung unsur terorisme.
Baca juga: Ditangkap Densus 88 Antiteror Polri, Zain An-Najah Dipastikan Tak Pengaruhi Penerbitan Fatwa MUI
Untuk itu, pihaknya berencana akan melakukan pembersihan internal menyusul kasus anggota komisi fatwa MUI, Ahmad Zain An-Najah, yang ditangkap atas dugaan kasus tindak pidana terorisme.
Menurutnya, pembersihan tersebut sebagai bentuk instropeksi diri dari MUI.
Khususnya agar kasus Ahmad Zain An-Najah tidak terulang kembali.
"Ini sebagai bentuk instropeksi diri kita bahwa dalam profilling perekrutan di Majelis Ulama Indonesia sangat dibutuhkan ke depan," jelas Makmun.
Lebih lanjut, Makmun menyampaikan proses pemantauan Densus 88 terkait Ahmad Zain An-Najah telah berlangsung lama.
Makmun berharap, dengan kejadian ini dapat menjadikan MUI agar lebih baik lagi.
"Di dalam proses pemantauan oleh Densus 88 ini bukan pekerjaan yang terhitung cepat."
"Artinya ada proses yang berkelanjutan hingga transformasi dari JI itu tertangkapnya Para Wijayanto kemudian hingga ditangkapnya salah satu anggota MUI pusat," terang Makmun.
Baca juga: Anggotanya Dicokok Densus 88, MUI Ternyata Miliki Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme
7 Poin Pernyataan MUI
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi kesimpangsiuran informasi terkait peristiwa penangkapan terduga tersangka terorisme Ahmad Zain An-Najah oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri.
Melalui suran edaran yang diterima Tribunnews.com, Rabu (17/11/2021) yang telah resmi ditandatangani Ketua Umum KH Miftachul Akhyar dan Sekretaris Jenderal Amirsyah Tambunan, menjelaskan beberapa poin sebagai berikut.
Pertama, MUI menyampaikan Ahmad Zain An-Najah benar adalah anggota Komisi Fatwa MUI yang merupakan perangkat organisasi di MUI yang fungsinya membantu Dewan Pimpinan MUI.
Kedua, dugaan keterlibatan Ahmad Zain An-Najah dalam gerakan jaringan terorisme tersebut merupakan urusan pribadinya.
MUI mempertegas keterlibatan anggotanya tersebut dan tidak ada sangkut-pautnya dengan MUI.
Selanjutnya, yang ketiga, MUI menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum untuk bekerja secara profesional.
Baca juga: Anggotanya Dicokok Densus 88, MUI Ternyata Miliki Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme
Tentunya dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah dan dipenuhi hak-hak yang bersangkutan untuk mendapatkan perlakuan hukum yang baik dan adil sebagai warga negara.
Hal ini karena MUI berkomitmen penuh dalam mendukung penegakan hukum terhadap ancaman tindak kekerasan terorisme, sesuai poin pernyataan keempat.
Pernyataan ini juga telah tertuang dalam Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2004 tentang Terorisme.
Kelima, dengan adanya penangakapan terhadap anggota MUI ini, MUI mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah terprovokasi dari kelompok-kelompok tertentu.
Mengingat, dengan situasi seperti ini, sangat mungkin bisa saja terjadi ada kelompok yang memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan tertentu.
MUI atas pernyataan poinnya yang keenam, mendorong semua elemen bangsa agar mendahulukan kepentingan yang lebih besar.
Yakni kepentingan keutuhan dan kedamaian bangsa dan negara.
Mengenai status Ahmad Zain An-Najah saat ini, pihaknya sementara akan menonaktifkan yang bersangkutan sebagai pengurus di MUI.
Baca juga: Pernyataan Lengkap MUI Soal Penangkapan Anggota Komisi Fatwa oleh Densus 88 Polri
Hal ini tertuang dalam poin pernyataan ketujuh tentang penangkapan dugaan tersangka terorisme oleh anggotanya.
Untuk diketahui, penonaktifan ini akan dilakukan sampai ada kejelasan dan keputusan yang berkekuatan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Igman Ibrahim)