Meski Menang di MA, Demokrat Diingatkan untuk Waspadai Ancaman Demokrasi
Partai Demokrat maupun masyarakat sipil diingatkan untuk tetap mewaspadai ancaman brutalitas demokrasi, baik di dunia nyata maupun di dunia nyata.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
Riset dilakukan secara bersama oleh Universitas Diponegoro, University of Amsterdam, LP3ES dan Drone Emprit.
Salah satu periset utamanya Dr. Wijayanto mengingatkan bahwa nformasi yang benar seperti oksigen dalam demokrasi, karena orang menggunakan informasi untuk mengambil keputusan.
"Karena itu, disinformasi dan hoaks (yang disebarkan pasukan siber), menjadi gas beracun dalam demokrasi," kata Wija yang juga Direktur Center for Media and Democracy LP3ES.
Bagi Wija, apa yang terjadi pada Partai Demokrat ini merupakan pelemahan sistematis oposisi.
Baca juga: AHY Ajak Partai Demokrat Doakan Max Sopacua
"Penguasa mencoba membeli legitimasi menggunakan pasukan siber," ungkap Wija, "Ini mungkin bisa terjadi dalam jangka pendek tapi dalam jangka panjang publik akan sadar sehingga menjadi bumerang."
Wija menyarankan Partai Demokrat dan masyarakat sipil untuk terus meningkatkan literasi digital.
"Waspadai jika volume percakapan atas suatu isu mendadak naik dalam jumlah besar, atau tsunami isu," kata Wija yang berbicara dari Semarang.
Selain itu, biasanya konten-kontennya dibuat secara terencana, bukan amatiran atau spontan.
Isu yang didorong pasukan siber juga biasanya punya endurance (daya tahan) yang lama. Contohnya isu Presiden tiga periode.
"Saya diwawancarai isu ini pada tahun 2019, lalu pada tahun 2020 dan tahun 2021 ini saya masih ditanya isu yang sama," katanya.
Dalam risetnya, Wija dan kawan-kawan mewawancarai sejumlah pelaku pendengung (buzzer) digital.
Mereka mengungkapkan bahwa serangan digital terhadap PD sudah direncanakan sebelum Kongres V PD bulan Maret 2020.
Terungkap juga struktur organisasi serta rentang imbalan bagi masing-masing tingkatan dalam organisasi tersebut.
Terinspirasi oleh riset gabungan tersebut, Kabalitbang DPP Partai Demokrat Tomi Satryatomo melakukan analisa jaringan sosial (social network analysis) atas dua partai non pemerintah dibandingkan dengan enam partai koalisi pemerintah.