PKS Minta Pemerintah Perjelas Penanggung Jawab untuk Menjaga Kedaulatan Laut Natuna Utara
Sukamta memberikan rekomendasi beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga Indonesia.
Penulis: Reza Deni
Editor: Dewi Agustina
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, menyoroti soal kapal-kapal asal Tiongkok yang dalan beberapa bulan terakhir semakin sering masuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Jenis kapalnya beragam, mulai dari kapal nelayan, kapal riset, kapal penjaga pantai bahkan kapal perang Tiongkok.
Sukamta meminta kedaulatan negara khususnya di Laut Natuna Utara yang masuk Indonesia agar ditegakkan.
Rakyat, dikatakan Sukamta, ingin pemerintah Jokowi-Ma’ruf Amin menjaga kedaulatan NKRI khususnya di Laut Natuna Utara.
"Rakyat Indonesia geram dan merasa aneh terhadap sikap pemerintah Indonesia yang santai dalam menghadapi berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal milik Tiongkok di wilayah Laut Natuna Utara Indonesia. Rakyat ingin kedaulatan NKRI ditegakkan dengan baik oleh pemerintah Indonesia, dijaga harkat dan martabat Indonesia," katanya dalam keterangan yang diterima Tribunnews, Selasa (23/11/2021).
Bahkan, Sukamta menyebut, jika perlu nelayan-nelayan Indonesia siap ditugaskan di garda depan wilayah Indonesia tersebut.
"Rakyat merasa malu direndahkan oleh pemimpin negara tetangga yang menyebutkan Indonesia lemah dalam menghadapi Tiongkok di Laut Natuna Utara," katanya.
Legislator PKS itu kemudian memberikan rekomendasi beberapa langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga Indonesia.
"Pertama, perjelas rencana strategis dalam menjaga kedaulatan di Laut Natura utara (LNU) dalam jangka pendek maupun jangka panjang," ucap Sukamta.
Kedua, Sukamta mengatakan tugas dan penanggung jawab utama menjaga kedaulatan di LNU harus diperjelas.
Baca juga: Amankan Laut Natuna Utara, Sinergi Antarlembaga Negara Jangan Loyo!
"Selama ini Bakamla dengan TNI dan instansi pemerintah lainnya seperti bekerja sendiri-sendiri, tidak terkoordinasi dengan jelas," katanya.
"Bakamla meminta kapal patroli. Di sisi lain TNI AL punya kapal tetapi kekurangan bahan bakar untuk terus berlayar. Ini sesuatu yang aneh. Jangan semua ingin mengambil peran tapi perannya tidak maksimal. Menjaga kedaulatan di Natuna Utara seharusnya dikoordinasikan siapa penanggung jawabnya, apa tugas dan dibagi perannya dengan instansi lainnya sesuai tupoksi," ujar Sukamta.
Dia mengingatkan masih ada pihak lain yang bisa ikut terlibat langsung di laut, seperti BRIN dalam hal penelitian, Kementerian ESDM, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Ketiga yakni dengan mengoptimalkan sekaligus menyejahterakan nelayan Indonesia khususnya nelayan Natuna. Mereka bisa dioptimalkan sebagai bagian dari pertahanan rakyat semesta untuk menjaga kedaulatan negara," katanya.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Natuna, jumlah kapal penangkap ikan saat ini total terdapat 4.213 perahu penangkap ikan yang beroperasi di perairan Natuna.
Jumlah ini terdiri dari 1.133 perahu tanpa motor, 159 perahu motor tempel, dan 2.921 kapal motor.
Jumlah kapal masih kecil dibandingkan jumlah produksi perikanan tangkap tahun 2019 menurut data BPS Provinsi Kepri baru mencapai 87.248,25 ton padahal berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, perairan Natuna dengan 80 persen lestari.
memiliki potensi ikan pelagis mencapai 327.976 ton, ikan demersal 159.700 ton, cumi-cumi 23.499 ton, rajungan 9.711 ton, kepiting 2.318 ton, dan lobster 1.421 ton per tahun. Jumlah ini masih jauh dari potensi pemanfaatan secara optimal.
"Strategi pemerintah bisa dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah kapal penangkap ikan, mendorong nelayan menjadi informan ketika melihat kapal-kapal asing di ZEE Indonesia, sekaligus mendukung nelayan Natuna pemerintah harua mengoptimalkan ekosistem pendukung hasil tangkapan di LNU dan sekitarnya," tandas Sukamta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.