Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Asa Para Guru Honorer, Pahlawan yang Ditempa di Negeri Sendiri

Para guru honorer yang terus berjibaku dengan nasib mereka, mencari secercah harapan agar pengabdian mereka dihargai, ini kisah mereka.

Penulis: garudea prabawati
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
zoom-in Asa Para Guru Honorer, Pahlawan yang Ditempa di Negeri Sendiri
ISTIMEWA
Siti Fatimah, seorang guru honorer kelas 1 SDN 3 Rejo Binangun saat mengajar murid-muridnya. 

Hal tersebut membuat Novel sama sekali tidak ‘melirik’ menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Sekolah swasta memang memberikan dirinya upah yang besar, di samping memang para muridnya kebanyakan berasal dari keluarga dengan perekonomian menengah ke atas.

Hingga beberapa tahun kemudian, sebuah panggilan hati datang padanya, saat itu dirinya diminta pertolongan untuk menjadi tenaga pendidik di sebuah sekolah yang didirikan oleh Universitas Panca Budi Medan, kampus tempatnya kuliah.

Berbeda dengan sekolah sebelumnya, di sekolah itu dirinya mengajar para anak didik yang kebanyakan berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah.

Lantas di tahun 2009 dirinya mengikuti Program Sekolah Satu Atap, Novel pun ditempatkan di sekolah kawasan pelosok di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara.

Baca juga: Kisah Guru Honorer di NTT yang Digaji Rp 700 Ribu Per Bulan, Wilfridus Berkebun Pulang dari Mengajar

Novel menceritakan perjuangannya untuk menuju ke sekolah tersebut, menempuh perjalanan selama dua jam dari tempat tinggalnya.

“Kita masuk ke dalam kawasan terpencil, melewati tantangan dan rintangan, masih banyak kawanan gajah hingga hewan-hewan buas,” katanya.

Berita Rekomendasi

Tidak hanya itu dirinya juga menggunakan transportasi sekedarnya yakni truk buah yang sebenarnya digunakan untuk menuju perkebunan sawit.

Hingga akhirnya para guru yang mengajar di sekolah tersebut dibangunkan tempat tinggal oleh pihak perkebunan.

“Di sekolah tersebut saya sering mengajar sendiri, bahkan saya pernah mengampu hingga 8 kelas sekaligus dari SD sampai SMP, pernah juga saat upacara saya menjadi pembinanya sendiri karena memang kondisinya jauh sekali dan semua guru itu tinggalnya di kota,” tuturnya.

Pengalaman tersebut pun dirangkainya dalam sebuah karya puisi berjudul Nasib Bocah Pedalaman.

Dirinya mengatakan anak-anak didik di pedalaman tersebut memiliki semangat tinggi dalam menuntut ilmu, mereka juga memiliki impian yang tinggi.

"Anak-anak didik pedalaman ini ingin sekolah tinggi, namun terkendala oleh banyak hal, mereka itu ke sekolah tanpa alas kaki, bahkan tasnya kantong plastik.”

Pengalaman demi pengalaman itulah dirajutnya menjadi buku kumpulan puisi berjudul Balada Seorang Janda.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas