Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Terorisme Beberkan Penjelmaan Baru Jamaah Islamiyah

Noor Huda Ismail sangat memahami kekagetan masyarakat dengan penangkapan tiga terduga teroris yang terafilisiasi dengan kelompok jaringan JI.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pengamat Terorisme Beberkan Penjelmaan Baru Jamaah Islamiyah
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Ilustrasi Tim Densus 88 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat terorisme dan Visiting Fellow RSIS, NTU Singapore Noor Huda Ismail sangat memahami kekagetan masyarakat dengan penangkapan tiga terduga teroris yang terafilisiasi dengan kelompok jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI) di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/11) lalu.

Karena Zain An-Najah (ZA) adalah anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, kemudian Ahmad Farid Okbah merupakan pendiri partai politik yang pernah diterima oleh Presiden Joko Widodo di Istana, serta Anung Al-Hamad dikenal sebagai ustaz yang aktif berdakwah di tengah masyarakat.

"Kagetnya masyarakat ini sangatlah dipahami. Karena selama ini ada imajinasi bahwa para teroris adalah sosok yang berpenampilan sangar, kasar dan mata mereka merah seolah-olah siap meneror siapa saja yang tidak sepakat dengan mereka. Mereka kaum teroris itu adalah 'sosok lain' yang berbeda dengan masyarakat Indonesia yang cinta damai," ujar Noor ketika dihubungi Tribun Network, Selasa (30/11/2021).

Mengutip pernyataan pemikir politik Amerika bernama Hannah Arendt, Noor menyebut teroris itu adalah 'sosok manusia biasa' seperti layaknya kita.

Baca juga: Tangkapan Densus 88 Selanjutnya Bakal Gegerkan Publik, Ada yang Sering Tampil di TV

Dimana tidak ada DNA khusus teroris dan tidak ada pula profil khusus bagi sosok teroris.

Cara pandang yang salah pula, kata dia, ketika membaca organisasi JI hanya sebagai organisasi teror.

Berdasarkan fakta di lapangan, JI bergerak di permukaan itu nyaris tidak ada bedanya dengan organisasi berbasis keagamaan lain seperti NU, Muhammadiyah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI).

BERITA TERKAIT

"Dengan kata lain, dalam skala kecil, JI sebagai organisasi pun berusaha menyelesaikan masalah kehidupan anggota mereka. Bahkan, JI juga memberi layanan kepada masyarakat secara umum. Misalnya ketika terjadi bencana alam Gunung Merapi, anggota JI turun membantu masyarakat tanpa melihat latar belakang agama mereka," katanya.

Akan tetapi, dikatakan Noor, semua itu bukan berarti JI adalah organisasi moderat.

JI percaya jihad dalam artian sempit yaitu bolehnya menggunakan kekerasaan untuk mencapai tujuan politik mereka.

Sehingga meskipun mereka itu manusia biasa, tapi pendekatan militeristik dalam menyelesaikan masalah politik sangatlah ditekankan.

"Api melawan rezim selalu dirawat karena rezim tidaklah berhukum Islam. Oleh karena pelayanan yang ditawarkan JI itulah orang sering tidak terasa telah menikmati pelayanan JI. Akhirnya pelan-pelan mereka menjadi bagian dari kultur JI. Adalah salah jika alasan utama orang bergabung JI itu karena faktor ideologi kekerasan yang diajarkan JI," imbuhnya.

Noor mengatakan JI kini menerapkan strategi baru dengan memanfaatkan dan memasuki dunia pendidikan.

Menurutnya, hari ini, JI mempunyai tidak kurang dari 150-an lembaga pendidikan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas