12 Santri di Bandung Dicabuli Guru Agama Sejak 2016, Dilaporkan Mei 2021, Baru Terungkap Sekarang
HW (36) pemerkosa yang mengajar di beberapa pesantren dan pondok tersebut mengiming-imingi korbannya menjadi polisi wanita.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 12 santri perempuan menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan Herry Wirawan alias HW, pengampu suatu pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat.
HW adalah pemilik dan pengurus Pondok Tahfiz Al-Ikhlas, Yayasan Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru.
HW melakukan aksi bejatnya sejak 2016 hingga 2021.
Santriwati yang menjadi korban kekerasan seksual rata-rata berusia 13-16 tahun.
Beberapa diantara mereka telah melahirkan bayi dan bahkan salah satu korban telah melahirkan dua anak.
Baca juga: Guru Pesantren Rudapaksa 12 Santriwati, Ridwan Kamil Minta Kapolda Beri Hukuman Berat untuk Pelaku
Kasus itu pertama kali dilaporkan kepada kepolisian Mei 2021 silam.
Namun baru diketahui publik ketika sidang ketujuh dengan agenda mendengar keterangan saksi di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (07/12/2021) lalu.
Dikutip dari Kompas.com, istri Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang juga Bunda Forum Anak Daerah (FAD) Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya mengaku telah mengetahui kasus guru pesantren di Bandung, Jawa Barat, perkosa 12 santriwati sejak Mei 2021.
Saat mengetahui kejadian itu, Atalia langsung menemui keluarga dan korban untuk memberikan dukungan moral dan psikologis.
Keluarga salah satu korban, AN (34) mengatakan bersyukur kasus rudakpaksa terhadap anaknya berhasil mencuat ke publik.
Ia mengaku sudah sejak bulan Juni memperjuangkan hak keadilan bagi korban.
Bahkan dirinya beberapa bulan yang lalu sempat bertanya-tanya karena kasus tersebut sempat tidak ada kabar.
"Dulu saya sempat bertanya-tanya kenapa kasus ini tidak ada kejelasan tapi sekarang alhamdulillah sudah viral, biar semua ikut memantau, biar hukum ditegakan seadil-adilnya," ujarnya saat diwawancarai Tribunjabar.id, Kamis (9/12/2021).
Dari raut mukanya AN terlihat menyimpan sejuta amarah terhadap pelaku. Bagaimana tidak, guru ngaji yang selama ini ia percayai untuk mendidik adiknya itu ternyata menghancurkan masa depan adik tercintanya.
Ia menyesalkan kasus sebesar ini baru mencuat ke publik, padahal menurutnya sudah enam bulan kasus ini berjalan.
"Enam bulan saya berjuang, enam bulan itu lama, korban sudah menderita sangat panjang, kenapa baru sekarang pas mau vonisan baru rame, saya minta keadilan seadil-adilnya," ungkapnya.
AN juga menyoal tentang informasi proses hukum yang jarang ia dapati selama enam bulan terakhir ini.
"Saya warga Garut, tidak punya kenalan siapa-siapa di Bandung, mau nanya soal proses hukum juga ke siapa, saya tidak pernah tau perkembangan terkini," ucapnya.
Baca juga: Forum Pondok Pesantren Tegaskan Herry Wirawan Bukan Pengurus atau Mantan Pengurus
Berikut fakta-fakta kasus pemerkosaan itu dirangkum dari Tribun Jabar dan Kompas.com, Kamis (9/12/2021):
1. Dilakukan di beberapa tempat
Pelaku bejat berinisial HW (36) tersebut melakukan aksi bejatnya tersebut tidak hanya di satu tempat saja.
"Perbuatan terdakwa Herry Wirawan dilakukan di berbagai tempat," kata Kasipenkum Kejaksaan Tinggi Jabar Dodi Gazali Emil saat dihubungi, Rabu (8/12/2021).
Dalam berita acara yang didapatkan wartawan Tribunjabar, pelaku melakukan aksi bejatnya mulai dari di Yayasan KS, Yayasan Pesantren TM, Pesantren MH, basecamp terdakwa, apartemen TS, dan beberapa hotel di Kota Bandung.
Menurut Dodi sang pelaku pemerkosaan tersebut berbicara kepada korban untuk harus tetap patuh dan menuruti kemauan terdakwa.
"Mereka diminta untuk patuh dan menuruti kemauan terdakwa" ucapnya.
Dalam hal ini pemerkosa HW didakwa dakwaan pasal 84 ayat (1) KUHAP dan perkara tersebut telah masuk ke pengadilan pada Selasa (7/12/2021) kemarin dan sidang dipimpin oleh ketua Majelis hakim Y Purnomo Surya Adi secara tertutup.
2. Korban diiming-imingi jadi polwan atau pengurus pesantren
HW (36) pemerkosa yang mengajar di beberapa pesantren dan pondok tersebut mengiming-imingi korbannya menjadi polisi wanita.
Iming-iming tersebut tercantum juga dalam surat dakwaan dan diuraikan dalam poin-poin penjelasan korban.
"Terdakwa menjanjikan akan menjadikan korban polisi wanita," ujar jaksa dalam surat dakwaan yang diterima wartawan Tribun Jabar pada Rabu (8/12/2021).
Selain menjadi polisi wanita HW pun menjanjikan kepada korbannya akan menjadi pengurus pesantren jika para korban ingin memenuhi hawa nafsunya tersebut.
"Ia juga menjanjikan akan membiayai kuliah dan mengurus pesantren," ucapnya.
Selain itu, HW pun menjanjikan kepada korban akan dibiayai kuliah dan mengatakan kepada korban untuk tidak khawatir dan akan bertanggung jawab kepada para korban yang hamil.
"Terdakwa menjanjikan anak akan dibiayai sampai kuliah" ujarnya.
3. Lahir 8 bayi dari perbuatan biadab pelaku
Dari perbuatan keji HW, 4 dari 12 korban mesti hamil hingga melahirkan 8 bayi.
Dari 4 santri yang hamil, ada yang melahirkan dua kali.
"Yang sudah lahir itu ada delapan bayi, kayaknya ada yang hamil berulang. Tapi saya belum bisa memastikan," tuturnya.
Sebanyak 12 orang korban tersebut merupakan santriwati dari salah satu pesantren yang berada di Cibiru, Kota Bandung.
Perkara tersebut telah disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung pada Selasa (7/12) kemarin dan dipimpin oleh ketua Majelis hakim Y Purnomo Surya Adi secara tertutup.
4. Korban trauma berat
Para korban yang dirudapaksa oleh Herry Wirawan (36) harus mendapatkan trauma berat karena aksi bejat tersangka, hingga ketika nama tersangka perudapaksa diucapkan pada sidang, para korban sampai menutup telinga tidak mau mendengar namanya.
"Waktu didengarkan (nama korban) melalui speaker, si korban itu langsung tutup telinga,” ujar Jaksa Kejari Bandung, Agus Mudjoko di kantor Kejari Bandung, Rabu, 8 Desember 2021.
Selain itu, dirinya merasa sangat terenyuh ketika melihat para korban yang baru 3 minggu melahirkan harus menghadapi persidangan.
"Yang pasti ada yang baru melahirkan 3 Minggu, berani menghadapi persidangan itu miris hati kami" tuturnya.
"Punya anak perempuan diperlakukan berulang kali, mau pulang jauh dari rumah, di situ tidak ada yang bisa menolong, termasuk orang tua (korban)," lanjutnya.
Ia pun menambahkan, para orang tua korban sangat kesal dengan kejadian tersebut dan menuangkan kekesalannya kepada tersangka, namun ia tetap mengingatkan para orang tua korban untuk tetap mematuhi hukum yang berlaku karena sudah dalam proses hukum.
5. Ridwan Kamil marah
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan sangat marah dengan kasus rudapaksa yang dilakukan Herry Wirawan (36) di lingkungan pesantren di Kota Bandung.
Ia mengatakan, pelaku telah ditangkap dan dalam proses peradilan, kemudian pesantren yang bersangkutan telah ditutup.
"Saya sangat marah atas tindakan dan perilaku yang terjadi seperti yang diberitakan, di mana orang tua menitipkan pendidikan anak-anaknya pada institusi pendidikan. Saya sudah minta kepada Pak Kapolda agar segera diusut dan dihukum seberat-beratnya," kata Ridwan Kamil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (8/12/2021).
Ia mengatakan para korban, yakni santriwati-santriwati yang bersangkutan, telah mendapatkan pendampingan dan penyembuhan trauma dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat.
Ia mengatakan pelaku sudah ditangkap polisi dan sedang diadili di pengadilan. Tempat bersekolahnya sudah langsung ditutup dan berharap pengadilan bisa menghukum seberat-beratnya dengan pasal sebanyak-banyaknya kepada pelaku yang disebutnya biadab dan tidak bermoral ini.
6. Disebut anak yatim dan piatu
Berdasarkan fakta di persidangan, terungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh para korban pemerkosaan guru pesantren di Bandung diakui sebagai anak yatim piatu.
Anak-anak itu dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepda sejumlah pihak.
"Dan Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku . Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ucap Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI Livia Istania DF Iskandar, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/12/2021) seperti dikutip dari Kompas.com.
Menurutnya, dalam melakukan aksinya, para korban ditempatkan dalam sebuah rumah yang dijadikan asrama Ponpes MN.
"Pelaku kemudian membujuk rayu anak didiknya hingga menjanjikan para korban akan disekolahkan sampai tingkat universitas," ucapnya.
7. Eksploitasi ekonomi
LPSK menduga adanya eksploitasi ekonomi dalam kasus pencabulan belasan anak pesantren oleh HW, guru pesantren di Bandung.
Untuk itu, LPSK mendorong Polda Jabar untuk mengungkapkan dugaan penyalahgunaan tersebut.
"LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan , seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut,"
8. Perlindungan
Dikatakan, saat ini LPSK memberikan perlindungan kepada 29 orang (12 orang di antaranya anak di bawah umur) yang terdiri dari pelapor, saksi dan/atau korban dan saksi saat memberikan keterangan dalam persidangan dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak.
Sidang itu menghadirkan terdakwa HW yang merupakan pemilik Ponpes MN yang digelar di PN Kota Bandung dari tanggal 17 November sampai 7 Desember 2021.
"Dari 12 orang anak di bawah umur, 7 di antaranya telah melahirkan anak pelaku," katanya.
Rangkaian perlindungan ini diberikan untuk memastikan para saksi dalam keadaan aman, tenang dan nyaman saat memberikan keterangan agar dapat membantu majelis hakim dalam membuat terang perkara.
Saat memberikan keterangan di persidangan, para saksi dan/atau korban yang masih belum cukup umur didampingi orangtua atau walinya.
Sumber: Tribun Jabar/Kompas.com
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.