Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

DPR: Tak Ada Toleransi, Hukuman Berat kepada Guru Pelaku Rudapaksa 12 Santriwati di Bandung

para Santri selain diajarkan Ilmu pengetahuan Agama juga seharusnya mereka dilindungi termasuk dari kekerasan seksual. 

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in DPR: Tak Ada Toleransi, Hukuman Berat kepada Guru Pelaku Rudapaksa 12 Santriwati di Bandung
ist/tribunjabar
Herry Wirawan, guru pesantren di Bandung yang merudapaksa 12 santriwatinya hingga melahirkan 8 bayi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus kekerasan seksual yang dilakukan HW seorang guru di suatu Pesantren di Kawasan Cibiru, Kabupaten Bandung, merupakan tindakan yang sangat memprihatinkan, biadab dan mencoreng nama baik Pesantren. 

Hal itu ditegaskan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Golkar Ace Hasan Syadzily kepada Tribunnews.com, Jumat (12/10/2021).

"Guru di Pesantren itu seharusnya memberikan teladan dan akhlak yang baik bagi para Santri," ujar Politikus Golkar ini. 

Menurut Ace, para Santri selain diajarkan Ilmu pengetahuan Agama juga seharusnya mereka dilindungi termasuk dari kekerasan seksual. 

"Tidak ada ajaran Islam yang diajarkan di Pesantren yang membenarkan tindakan keji tersebut. Menodai Kehormatan perempuan hingga menghamilinya di luar pernikahan, apalagi dilakukan pada santri di bawah umur," tegas Ace. 

Karena itu, Ace tidak menilai tidak ada toleransi dan harus sanksi hukum tegas diberikan kepada pelaku.

Baca juga: Perasaan Berkecamuk Para Orangtua Korban Rudapaksa Guru Pesantren: Korban Menderita Sangat Panjang

"Ini merupakan tindakan yang harus diberikan hukuman yang berat," ucapnya. 

Berita Rekomendasi

"Oleh karena itu, tidak ada toleransi dan harus tegas kepada orang seperti itu. Harus diberikan hukuman yang berat," tegasnya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi VIII DPR RI KH Maman Imanulhaq yang mengutuk keras tindakan rudapaksa yang dilakukan HW. 

Kiai Maman pun meminta aparat penegak hukum memberikan hukuman terberat kepada HW.

"Sebagai anggota Komisi VIII DPR RI saya mengutuk keras tindakan kekerasan seksual yang dilakukan seorang oknum pengajar di salah satu lembaga pendidikan di Cibiru yang menjadikan 12 santri anak didiknya menjadi korban," kata politikus PKB kepada media, Kamis (9/12/2021). 

Menurut Pengasuh Ponpes Al Mizan Jatiwangi ini, kasus HW yang mencuat ke permukaan bisa jadi layaknya puncak gunung es, begitu banyak anak-anak yang menjadi korban kekerasan termasuk oleh orang tua, guru, bahkan oleh orang-orang yang sangat ia hormati.

Kiai Maman tegas mengatakan, tidak boleh terjadi lagi peristiwa mengenaskan seperti ini, sehingga perlu ada hukuman berat kepada pelaku dan juga pengawasan yang ketat dari lingkungan terhadap lembaga-lembaga pendidikan.

Di samping itu semua, Kiai Maman mengapresiasi tindakan cepat dari Polda Jawa Barat yang mengungkap, memproses dan melakukan tindakan keras terhadap oknum pengajar tersebut. 

"Saya tidak ingin menyebut dia seorang ustaz karena dia tidak pernah mondok, tidak pernah terafiliasi dengan pesantren aman pun kecuali dia pernah ikut kursus di salah satu lembaga dan dia mencoba membuat lembaga itu, tentu itu tidak sesuai dengan apa yang dikatakan dengan ciri khas pesantren," kata Kiai Maman menegaskan.

Menurutnya, HW bukan seorang ustaz. Apalagi kiai, karena HW bukan berasal dari lingkungan pesantren sehingga tidak memiliki sanad keilmuan yang jelas. 

Apalagi klaim pesantren yang disematkan pada lembaga milik HW tidak memiliki jaringan alumninya.

"Sekali lagi ini bukan pesantren, ini hanya lembaga yang menyediakan pendidikan kesetaraan dan mengumpulkan anak-anak dari daerah-daerah baik dari Garut, termasuk dari Dapil saya Subang," kata Kiai Maman menambahkan.

Politisi PKB ini juga mengapresiasi Kementerian Agama Jawa Barat yang sudah mencabut izin dari lembaga pendidikan tersebut sejak bulan Mei lalu. 

Kemenag juga telah memfasilitasi anak-anak didik di sana untuk kembali ke daerah masing-masing dan ditempatkan di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah yang sesuai dengan mereka. 

"Kita pun mengapresiasi teman-teman KPAI yang sudah menyediakan trauma healing buat korban dan juga kepada LPSK untuk perlindungan," imbuh Kiai Maman.

Baca juga: Guru Pesantren Rudapaksa Belasan Santri hingga Hamil & Melahirkan, Bagaimana Nasib Bayi Para Korban?

Kiai Maman memohon agar media tidak menyematkan lembaga pendidikan milik HW sebagai sebuah pesantren

Menurutnya, lembaga itu hanya lembaga pendidikan biasa yang diasuh oleh seorang yang tidak punya latar belakang pesantren sekali pun serta tidak punya afiliasi ormas mana pun. 

"Ini menjadi catatan bagi kita bahwa Kementerian Agama harus lebih hati-hati dalam memberikan izin kepada lembaga yang mengutamakan mengajukan izin kesetaraan misalnya dan harus mengawasi Direktur Pontren di Kementerian Agama sampai ke bawah. Tolong awasi semua lembaga-lembaga pendidikan yang mengatasnamakan agama agar tidak terjadi hal-hal tersebut," kata Kiai Maman.

Yang penting juga kata Kiai Maman, lingkungan di sekitar lembaga pendidikan agar menjadi bagian teraktif untuk memberi pengawasan. 

Pesantren, katanya, harus menjadi milik umat yang bisa diawasi dan diberi masukan. 

"Lembaga pendidikan mana pun tidak boleh ada kultus individu, tidak boleh ada ketertutupan. Jangan biarkan anak-anak menjadi korban dari kebejatan moral orang yang mengatasnamakan sebagai pengajar," tegasnya.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas