Menteri PPPA: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Paling Banyak Dilaporkan Sepanjang 2021
Bintang Puspayoga mengatakan lebih dari 8 ribu aduan terkait tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak masuk selama periode tahun 2021.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan lebih dari 8 ribu aduan terkait tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak masuk selama periode tahun 2021.
Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PP), angka itu diterima sejak Januari hingga 2 Desember 2021.
Bintang menyebut, tindak kekerasan dalam rumah tangga mendominasi angka tersebut selama periode satu tahun belakangan ini.
Hal itu disampaikan Bintang dalam diskusi publik Potret Situasi Kekerasan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual Tahun 2021 yanh disiarkan melalui kanal YouTube LBH APIK Jakarta, Jumat (10/12/2021).
"Januari sampai tanggal 2 Desember, kasus kekerasan dalam rumah tangga mendominasi bentuk kekerasan yang paling banyak dilaporkan yakni sebanyak 74 persen dari total laporan 8.803 kasus," kata Bintang.
Baca juga: Nadiem: Angka Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat pada 2021, Hingga Juli Tercatat Ada 2.500 Kasus
Tak hanya itu, Bintang mengungkapkan dari sumber yang sama yakni SIMFONI-PPA, bahwa selama masa pandemi kasus kekerasan terhadap anak juga meningkat.
"Di masa pandemi ini anak juga tidak bebas dari ancaman kekerasan, masih dari sumber data yang sama terdapat 12.559 kasus kekerasan terhadap anak selama masa pandemi 2021," ucap Bintang.
"Adapun kasus kekerasan terhadap anak yang paling banyak dilaporkan adalah kasus kekerasan seksual yakni sebanyak 60 persen dari total kasus," tambahnya.
Bintang mengatakan situasi ini perlu menjadi perhatian semua pihak.
Baca juga: Nadiem: Angka Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat pada 2021, Hingga Juli Tercatat Ada 2.500 Kasus
Menurut dia, bagaimanapun kebijakan untuk tetap di rumah bisa membuat penyintas kekerasan dalam rumah tangga terjebak dengan pelaku kekerasan.
"Kebijakan pembatasan sosial juga dapat menghambat perempuan dan anak penyintas untuk mengakses layanan terutama di wilayah yang sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi belum berkembang dengan baik," jelasnya.
Menteri Bintang menambahkan, dampak kekerasan perempuan dan anak sangat besar.
Baca juga: Tangkal Korupsi Hingga Kekerasan Seksual, Kemendikbudristek Luncurkan Rumah Cegah
Mulai dari luka ringan hingga kematian dan masalah kesehatan mental.
Sehingga, hilangnya produktivitas yang berpengaruh terhadap ekonomi tidak jarang berbagai dampak ini terasa hingga lintas generasi.
"Padahal potensi perempuan dan anak bagi bangsa dan negara amatlah besar. Perempuan mengisi setengah dari populasi bangsa Indonesia, sementara anak mengisi sepertiga dari populasi. Besarnya jumlah tersebut tentunya kualitas perempuan dan anak akan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan kita semua," kata Bintang.