P2G Desak Kemenag Buat Aturan Pencegahan Kekerasan Seksual di Sekolah Keagamaan
PMA tersebut dapat mengatur madrasah, pesantren, seminari, pasraman, dan dhammasekha, serta lembaga pendidikan berbasis agama lainnya.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kemenag membuat Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Berbasis Agama.
PMA tersebut dapat mengatur madrasah, pesantren, seminari, pasraman, dan dhammasekha, serta lembaga pendidikan berbasis agama lainnya.
"Regulasi PMA sangat urgen dibuat, mengingat angka kekerasan seksual di satuan pendidikan agama cukup tinggi, P2G menilai Gus Menteri akan cepat tanggap dengan aspirasi ini," ujar Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim melalui keterangan tertulis, Jumat (10/12/2021).
Sementara itu Kemdikbudristek sudah melahirkan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan, aturan yang berlaku bagi sekolah di bawah Kemdikbudristek.
Baca juga: Tangkal Korupsi Hingga Kekerasan Seksual, Kemendikbudristek Luncurkan Rumah Cegah
Menurut Satriwan, melalui PMA negara bertanggung jawab mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di satuan pendidikan agama.
Madrasah, pesantren, seminari dan guru pengasuh dibekali pemahaman serta keterampilan bagaimana cara mencegah dan menanggulangi jika kekerasan terjadi.
Apalagi, menurut Satriwan, ada kepercayaan keagamaan tertentu di satuan pendidikan berbasis agama, yang dapat disalahgunakan oleh oknum guru.
Hal itu dapat menjadi pintu masuk tindakan kekerasan seksual yang korbannya peserta didik.
"Kita tengah mengalami darurat kekerasan seksual di satuan pendidikan, lahirnya PMA menjadi bukti negara tidak melakukan pembiaran," kata Satriwan.
Baca juga: Pernyataan Komnas Perempuan Terkait Kasus Kekerasan Mahasiswi di Mojokerto, Desak RUU TPKS Disahkan
Dia meminta peserta didik dan orang tua jangan takut melaporkan indikasi kekerasan seksual di tempatnya belajar.
Peserta didik dapat melaporkan kalau ada ritual-ritual tertentu yang mengarah pada kekerasan seksual dari guru atau teman.
Pihak kepolisian hendaknya juga bersikap responsif jika ada laporan indikasi kekerasan seksual dari masyarakat. Jangan menunggu viral di media sosial, baru kemudian diperhatikan.
"Kami mendesak Kemenag, Kementerian PPPA, dan KPAI membuka hot line pengaduan masyarakat perihal tindak kekerasan di satuan pendidikan berbasis agama, sehingga lebih cepat ditindaklanjuti," tutur Satriwan.
P2G berharap Kemenag dan Kemdikbudristek memberikan pemahaman yang baik tentang konsep dan regulasi mengenai Hak-hak Anak, UU Perlindungan Anak, Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan, dan Pendidikan Hukum dan HAM bagi para guru atau pengasuh satuan pendidikan.
"Para guru dan tenaga kependidikan hendaknya punya pemahaman, sikap sesuai aturan serta prinsip-prinsip penghargaan terhadap hak asasi anak," ungkap Satriwan.
"Sehingga ekosistem satuan pendidikan berbasis agama benar-benar melindungi dan aman bagi tumbuh kembang anak, bukan sebaliknya," tambah Satriwan.
Momentum peringatan Hari Hak Asasi Manusia 10 Desember, kata Satriwan, hendaknya dijadikan refleksi bersama bagi para guru, satuan pendidikan, orang tua, masyarakat, dan pemerintah untuk terus melindungi dan menghormati hak asasi manusia, khususnya hak-hak anak.