TNI Diminta Jelaskan Alasan Penghentian Penyidikan Dugaan Korupsi Helikopter AW-101
Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman mengatakan, dalam menghentikan penyidikan suatu kasus korupsi setidaknya ada tiga kondisi yang harus diperhatikan.
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Malvyandie Haryadi
"Yang terakhir tadi masalah helikopter AW-101 koordinasi terkait masalah atau informasi yang berhubungan dengan pihak dari TNI sudah dihentikan proses penyidikannya," kata Direktur Penyidikan KPK Irjen Pol Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (27/12/2021).
Baca juga: KPK Sebut TNI Hentikan Penyidikan 5 Tersangka Kasus Helikopter AW, Panglima: Saya Akan Telusuri
Kendati demikian, Setyo mengatakan, penyidikan terhadap tersangka Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri masih terus berproses.
"Sampai dengan saat ini prosesnya masih jalan," kata dia.
Lebih lanjut, Setyo mengklaim koordinasi KPK dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait audit kerugian negara masih dilakukan.
"Saya yakin beberapa hari ke depan mungkin di awal tahun koordinasi itu segera ditindaklanjuti dengan BPK untuk semakin memperjelas kira-kira apa saja yang masih kurang atau dibutuhkan oleh para pihak auditor," ujar Setyo.
Kasus dugaan korupsi pengadaan heli AW-101 ditangani bersama KPK dan Puspom TNI AU.
KPK menangani pihak swasta, sementara Puspom TNI AU menangani pihak dari militer.
PT Diratama Jaya Mandiri selaku perantara disinyalir telah melakukan kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp514 miliar.
Baca juga: Panglima TNI Janji akan Telusuri Soal Penghentian Penyidikan Kasus Korupsi Helikopter AW-101
Pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.
Panglima TNI saat itu, Jenderal Gatot Nurmantyo, mengatakan ada potensi kerugian negara sebesar Rp220 miliar dalam pengadaan helikopter AW-101.
Nilai pengadaan helikopter itu mencapai Rp738 miliar.