Kondisi Ekonomi Lagi Sulit, Pengamat Prihatin Serikat Pekerja Pertamina Tuntut Kenaikan Gaji
Menurutnya ancaman dan tuntutan tersebut sangat egois, terlebih karena dilakukan di tengah kesulitan ekonomi yang terjadi saat ini.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat BUMN Nurmadi Harsa Sumarta mengaku prihatin melihat aksi Serikat Pekerja PT Pertamina yang sudah bergaji tinggi namun mengancam mogok kerja karena menuntut kenaikan gaji.
Menurutnya ancaman dan tuntutan tersebut sangat egois, terlebih karena dilakukan di tengah kesulitan ekonomi yang terjadi saat ini.
"Melihat kejadian itu jelas sangat memprihatinkan, apalagi tuntutan disertai ancaman. Itu bentuk arogansi. Padahal kita semua tahu kalau gaji pegawai Pertamina sudah cukup tinggi. Saya menyayangkan bisa muncul ancaman dan tuntutan seperti itu," kata Nurmadi, dalam penjelasannya, Kamis (6/1/2021).
Dosen Fakultas Ekonomi-Bisnis Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini menilai langkah serikat pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) tersebut dapat membahayakan kondusivitas operasional perusahaan.
Baca juga: Tiga Poin Kesepakatan Meluluhkan Serikat Pekerja Pertamina hingga Berujung Permintaan Maaf
Belum lagi berpotensi mengancam proses distribusi bahan bakar minyak (BBM) dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Selanjutnya bisa berdampak kekacauan ekonomi yang meluas.
Pertamina sendiri mengemban amanah dan tanggung jawab dari negara dan rakyat untuk menjaga ketahanan energi nasional.
Jadi sudah seharusnya seluruh pihak di dalam tubuh Pertamina, termasuk para pekerjanya, wajib ikut bertanggung jawab menjalankan amanah tersebut dengan baik dan benar.
"Kalau pakai mogok kerja segala kan bahaya, dan bisa menganggu kepentingan umum. Hal tersebut bisa mengganggu keberlanjutan perusahaan. Bahkan bisa mengacaukan kegiatan ekonomi dan merambat ke berbagai sektor strategis," ujar kandidat doktor dari UNS ini.
Nurmadi bersyukur, untungnya aksi dan ancaman FSPPB tersebut berhasil diatasi dengan baik oleh direksi Pertamina.
Manajemen harus bisa membangun komunikasi yang baik dengan FSPPB.
Ia mengapresiasi keputusan sulit direksi yang akhirnya lebih memilih jalan tengah, menyelamatkan perusahaan dan kepentingan umum dengan mengakomodir keinginan sepihak dari FSPPB tersebut.
"Direksi Pertamina memang layak diapresiasi. Sebab, meski pasti menjadi keputusan sulit, langkah yang diambil sangat bijak dan tepat untuk memastikan operasional serta layanan Pertamina tidak terganggu," kata dia.
Ke depan, Nurmadi berharap FSPPB mau lebih mengedepankan mekanisme yang ada, dan tak lagi mengeluarkan ancaman untuk melakukan aksi mogok kerja.