Legislator Golkar: Tatakelola Batubara PLN Kacau, Terpaksa Pemerintah Hentikan Ekspor
Terdapat 20 PLTU dengan total daya 10.850 MW terancam padam bila pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tidak segera dipasok.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Fraksi Golkar Lamhot Sinaga menyoroti keputusan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang melarang ekspor batu bara periode 1 hingga 31 Januari 2022.
"Kita mendukung langkah pemerintah yang mengantisipasi pemadaman listrik besar-besaran jika tidak mendapat pasokan batubara”, kata Lamhot kepada wartawan di Jakarta, Kamis (6/1).
Pemerintah menyampaikan bahwa hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan total daya sekitar 10.850 Mega Watt (MW) terancam padam bila pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tak kunjung dipasok oleh perusahaan batu bara. Hal ini memaksa pemerintah melalu kementerian ESDM menghentikan ekspor batu bara selama Januari 2022.
Anggota Komisi VII DPR ini menyoroti beberapa permasalahan yang ada di internal PLN antara lain, ketidakmampuan PLN melakukan negosiasi bisnis dan membangun kerjasama dengan perusahaan batubara untuk jangka panjang, sesuai rencana kerja PLN. Lamhot menganggap PLN tidak memiliki rencana kerja yang benar dalam selama ini.
Permasalahanan kedua adalah Jetty (dermaga batubara) PLTU PLN yang sering rusak, sehingga tidak bisa menerima vessel atau tongkang pengangkut batu bara. Pihaknya menilai meskipun ini krisis PLTU lokal, namun bisa mempengaruhi pasokan listrik nasional.
Ketiga, perubahan cuaca yang tidak diantisipasi yang memengaruhi transportasi batubara, penggalian batu bara di tambang, berdampak pada pasokan batu bara berkurang.
Lamhot menganggap, PLN adalah perusahaan tanpa pesaing, selalu disuapin pemerintah, terkesan manja sampai saat ini tidak ada niat baik memperbaiki manajemen internalnya. Kondisi penurunan pasokan batubara ke PLN ini sudah pernah dialami pada 2008, 2018 bahkan 2021 lalu, namun tidak ada proses pembelajaran di PLN.
Dengan adanya anak usaha PLN yang fokus mengurus pasokan batubara yakni PT PLN Batubara, seharusnya PLN sudah well manage pengelolaan pasokan batubara untuk kebutuhan pembangkitnya, namun Lamhot mensinyalir kalau di internal PLN tidak ada kendali sampai ke anak usahanya, birokrasi berjalan sendiri-sendiri.
Lamhot berharap penghentian ekspor batubara ini tidak berdampak pada bisnis multinasional di industri lain terutama tidak merusak hubungan baik dengan negara yang sudah memiliki komitmen atau kontrak pembelian batubara dari perusahaan Indonesia.
Lamhot meminta perhatian kementerian BUMN untuk melakukan evaluasi yang lebih dalam dan detail diinternal PLN, Lamhot juga meminta kementerian ESDM meningkatkan sinergi dalam perencanaan ketenagalistrikan.(*)