Mengapa di Era Jokowi Banyak Terduga Pelanggar HAM Dapat Jabatan di Pemerintahan? Ini Kata Pengamat
Bahwa mereka tercatat pernah melanggar HAM, lanjut Fahmi, hal tersebut memang tidak membuat mereka kehilangan hak dan kesempatan untuk menduduki jabat
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah pengangkatan eks anggota Tim Mawar Mayjen TNI Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya memicu polemik di masyarakat, nama-nama mantan anggota tim tersebut pun kembali disorot publik.
Tim Mawar merupakan tim kecil di kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, 1998.
Tim tersebut merupakan dalang dari operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi pada 1998.
Kasus penculikan tersebut kemudian menyeret belasan anggota tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada tahun 1999.
Akibatnya beberapa anggotanya ada yang disanksi penjara hingga dipecat.
Namun, sebagian dari mereka kini justru menduduki jabatan penting di sejumlah kementerian.
Sebut saja Mayor Jenderal TNI Dadang Hendra Yudha yang saat ini menjabat sebagai Dirjen Pothan Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan Mayor Jenderal TNI Yulius Selvanus Lumbaa menjabat sebagai Kabainstrahan Kemhan.
Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi berpendapat secara normatif maupun administratif tidak ada masalah dalam penunjukan sejumlah perwira tinggi TNI yang tercatat pernah terlibat dalam pelanggaran HAM untuk mengisi jabatan strategis di lingkungan Kemhan, TNI, maupun di lembaga pemerintahan lainnya.
Baca juga: Polemik Pangdam Jaya, Usman Hamid: Penyebab Jokowi Ulangi Kesalahan SBY Adalah Pengangkatan Prabowo
Mereka, kata dia, adalah anggota TNI aktif dan dinilai telah memenuhi kriteria maupun persyaratan yang ditentukan.
Bahwa mereka tercatat pernah melanggar HAM, lanjut Fahmi, hal tersebut memang tidak membuat mereka kehilangan hak dan kesempatan untuk menduduki jabatan.
Ia mengatakan Presiden dan Panglima TNI memilih untuk mengabaikan catatan pelanggaran HAM, dan hal tersebut sudah berulang kali.
Menurutnya harus diakui memang benar bahwa secara aturan tidak ada yang dilanggar dengan pengangkatan mereka.
Artinya, kata dia, secara administratif, secara kepangkatan, pengalaman dan (mungkin) kompetensi mereka dinilai memenuhi.
Namun, kata dia, secara politik pengangkatan tersebut jelas kurang mempertimbangkan psikologi masyarakat.