Prediksi Epidemiolog Gelombang Ketiga Covid-19 Terjadi Februari-Maret, Bisa 5.000 Kasus per Hari
Epidemiolog memprediksi gelombang ketiga Covid-19 terjadi Februari-Maret, bisa sampai 5.000 kasus per hari.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Meluasnya varian Omicron di Indonesia disebut-sebut memicu gelombang ketiga Covid-19.
Terbaru, kasus Omicron di Indonesia bertambah 75 kasus per Senin (10/1/2021) sehingga total kasus menjadi 414 jiwa.
Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman memprediksi, puncak infeksi Omicron di Indonesia akan terjadi akhir bulan depan yakni Februari atau awal Maret.
Menurutnya, di waktu tersebut orang-orang akan mulai membutuhkan bantuan fasilitas kesehatan.
"Menurut saya prediksinya baru akhir Februari atau Maret mulai kelihatan banyak kasus yang datang ke rumah sakit."
"Walaupun ini potensinya moderat atau belum terlihat akan sebesar varian Delta," kata Dicky kepada Kompas.com, Senin (10/1/2022).
Untuk itu, Dicky mengingatkan pemerintah untuk tetap siap menghadapi skenario terburuk yang ditimbulkan oleh varian baru ini.
Salah satunya yang harus dilakukan dengan memastikan tersedianya obat-obatan, fasilitas isolasi, ICU, ventilator atau bantuan oksigen.
Baca juga: Omicron Melonjak, Kemenkes Keluarkan Strategi Baru: Fokus Penanganan Pasien Isolasi Mandiri
Baca juga: Menkes: Kita Hadapi Lonjakan Varian Omicron, Tak Perlu Panik
Vaksinasi Jadi Kunci
Dicky menegaskan, untuk menghadapi situasi ini, pemerintah mempunyai kewajiban memastikan cakupan vaksinasi dosis lengkap atau dua dosis, ditambah vaksinasi booster bagi kelompok rentan.
"Tiga dosis untuk kelompok rawan pada tahap awal, pada gilirannya semua (mendapatkan vaskin booster)," tutur dia.
Dicky juga menyebut imunitas menjadi salah satu kunci dalam memerangi pandemi.
Selama masih ada sejumlah besar penduduk belum memiliki imunitas, lanjut Dicky, maka akan selalu muncul potensi gelombang baru.
"Meningkatkan imunitas bukan (dilakukan) dengan infeksi, ini salah kaprah, tidak etis. Tentu (meningkatkannya) dilakukan dengan vaksinasi," kata dia.
Ia menuturkan, imunitas yang telah terbentuk di masyarakat entah dikarenakan terpapar virus atau vaksinasi, membuat varian Omicron akan menyebar di antara orang-orang dengan imunitas tersebut, dan tidak menimbulkan gejala serius.
"Bahkan mungkin 90 persen tidak bergejala, di tengah terbatasnya daya deteksi kita, kasusnya bisa banyak sekali."
"Terbukti saat ini di Amerika, Eropa, Australia, kasus-kasus memecahkan rekor," jelas dia.
Dicky juga menyebut, seluruh wilayah di Indonesia yang mempunyai akses internasional, penerbangan domestik, jalur transportasi darat dan laut, berisiko menjadi klaster baru infeksi Omicron.
"Potensi sebetulnya pada gilirannya semua akan terkena, itu menjadi masalah waktu," ujar dia.
Sehingga, tidak tertutup kemungkinan adanya varian baru Covid-19 setelah Omicron yang menyebabkan lonjakan kasus di berbagai negara.
"Kalau bicara ancaman, Omicron bukan memperlihatkan sebagai varian yang terakhir, masih ada potensi varian lain di 2022 ini," tuturnya.
Baca juga: Kasus Baru Omicron Bertambah Meski Banyak yang Sembuh, Jokowi Wanti-wanti Tahan Diri Keluar Negeri
Baca juga: UPDATE Kasus Omicron di Indonesia: Tambah 75 Positif, Total 414 Orang
Ancaman gelombang ketiga Covid-19 di Jakarta
Di sisi lain, Epidemiolog Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, Jakarta berpotensi menghadapi gelombang ketiga Covid-19.
Terlebih dengan kasus penularan virus corona varian Omicron di tengah masyarakat.
Epidemiolog yang akrab disapa Miko ini menyampaikan, dengan melihat lonjakan kasus yang terjadi saat ini, bukan tidak mungkin gelombang ketiga Covid-19 akan terjadi di awal tahun 2022.
Keberadaan Omicron, katanya, mempercepat kemungkinan timbulnya gelombang ketiga tersebut.
"Tanpa Omicron pun ada (potensi gelombang ketiga), apalagi dengan Omicron," tutur Miko, Senin (10/1/2022), dikutip dari Kompas.com.
5000 kasus per hari
Menurut prediksi Miko, kemungkinan akan terdapat 5.000 kasus harian di Indonesia saat gelombang ketiga Covid-19 terjadi.
Dari angka tersebut, DKI Jakarta bisa menyumbang sepertiga, atau sekitar 1.500-2.000 kasus per hari.
Prediksi ini dapat menjadi kenyataan apabila pemerintah pusat, khususnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, tidak mengambil langkah tegas untuk menekan penularan virus corona.
Apalagi, Pemprov DKI justru melonggarkan aktivitas masyarakat, seperti memberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di sekolah-sekolah.
Dia menyarankan agar pengetatan kembali diterapkan.
"Depok saja minta (PTM) ditunda, kemudian Bogor juga minta ditunda karena statusnya turun ke PPKM Level 2, jadi menurut saya Jakarta harusnya mikir," tutur Miko.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Mela Arnani/Singgih Wiryono)